KAJIAN SENI RUPA ANAK
Sifat
, Tipologi , Periodesasi , Ungkapan dan
Perspektif
Karya Seni Rupa Anak
Dosen
pengampu :
Drs Petrus C. Ismiyanto, MPd.
NIP. 195312021986011001
Disususn
oleh :
Dwi
Endah Ciswiyati
2401414054
Jurusan
Seni Rupa
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Semarang
2017
2.1.
SIFAT KARYA SENI RUPA ANAK
Menurut Catur (2012:2) Seni
memiliki sifat dasar kreatif, individual, perasaan, abadi, dan universal.
1. Pengertian kreatif adalah kemampuan seseorang
untuk mengubah sesuatu yang ada menjadi baru dan orisinil.
2. Sifat individual adalah bahwa suatu karya seni
memiliki ciri perseorangan dari penciptanya
3. Seni
memiliki sifat perasaan, pengertiannya dalam membuat karya seni selalu
melibatkan emosi dan jiwa. Oleh sebab itu, untuk dapat menikmati sebuah karya
harus menggunakan kepekaan perasaan yang paling dalam
4. Seni memiliki sifat abadi atau keabadian.
Sesungguhnya semua pembuatan manusia memiliki sifat demikian, yaitu perbuatan
baik atau tercela yang sudah dilakukan tidak dapat dibatalkan. Seseorang yang
telah berjasa kepada kita, sosoknya akan selalu melekat sampai akhir hayat,
walau pun mungkin bendanya sudah hilang ditelan masa.
5. Seni bersifat universal, artinya seni tidak
mengenal batasan waktu, bangsa, bahasa, dll.
Menurut Suwaji Bastomi (2014:5) gambar
anak-anak memiliki sifat instingtif, naïve, narrative, dan pribadi. Ingstingtif
merupakan suatu daya dorongan anak untuk bergerak dan berbuat secara reflek
sesuai batin atau perasaan anak saat itu. Naïve berarti sifat gambar anak yang
murni , polos sehingga gambar anak sering ber ubah-ubah , tidak menentu sesuai
perubahan batinya dan loncatan fantasinya. Narative merupakan sifat gambar anak
–anak yang bagian satuu dengan bagian lainya saling berhubungan satu sama lain
dan merupakan suatu rangkaian cerita. Pribadi adalah sifat gambar anak-anak
tidak bermaksud untuk dinikmati orang lain , melainkan ingin memusi dirinya
sendiri.
Secara khusus, berikut ini
disarikan berdasarkan pendapat Soesatyo (1994: 32 –33) bahwa sifat lukisan
(gambar) anak-anak sebagai berikut:
(a) Ideographisme
Lukisan anak merupakan ekspresi berdasar pengertian dan
logika anak, contoh: anak melukis muka manusia dari samping, meskipun dalam
kenyataan penglihatan, matanya nampak sebuah saja, tetapi berdasarkan
pengertian anak bahwa manusia itu bermata dua, maka dilukislah kedua mata itu
disamping.
(b) Steorotif
atau otomatisme.
Ciri
gambar anak yang kedua adalah ditemukannya gejala umum penggambaran bentuk
benda secara berulang-ulang dengan ukuran yang monoton. Gejala ini dinamakan stereotipe.
Misalnya figure manusia yang diulang dalam bentuk yang sama meski warnanya
berbeda-beda. Atau bunga-bunga yang sama diulang-ulang. Bahkan sampai pada tema
yang terus diulang-ulang.
(c)
Gejala finalitas
Sungguh
unik bila kita cermati dan amati gambar anak, anak menggambarkan peristiwa yang
mengandung unsur ruang dan waktu. Biasanya anak melukiskan manusia atau mahluk
lainnya dalam gerak. Penggambaran suatu peristiwa yang sedang terjadi divisualisasikan
dengan membuat objek gambar yang diulang- ulang.
Namun
tidak semua bagian atau anggota badan dilukis, hanya yang perlu-perlu saja atau
yang dirasakan penting dalam tema lukisan. Misalnya ibu yang sedang menyapu,
dilukis hanya satu tangan saja yang memegang sapu itu, sedang tangan yang satu
yang tidak berperan tidak dilukis. Atau tangan yang lebih berperan dilukis
lebih besar dan lebih mendapat tekanan.
(d)
Perebahan atau lipatan
Sifat
ini merupakan peristiwa yang lucu namun logis buat anak-anak. Disebut
juga sifat tegak lurus atau sifat rabatemen. Benda apa saja yang berdiri
tegak pada suatu garis dasar akan dilukis tegak lurus pada garis dasar tersebut
meskipun garis dasar itu berbelok atau miring arahnya. Akibatnya semua benda
tampak rebah atau malah terjungkir.
(e)
Transparan
Kebiasaan
dan kecenderuangan anak menggambarkan hal-hal atau peristiwa pada ciri ke tiga
ini adalah penggambaran yang tembus pandang. Sebagai contoh bila anak melihat
kucing makan ikan, kemudian kita suruh anak itu untuk menggambarkan kucing,
maka anak biasanya akan menggambar kucing dengan perut yang kelihatan ada
ikannya.
Pada
usia tertentu kita dapat menjumpai lukisan anak dengan sifat tembus pandang.
Anak cenderung melukiskan semua yang ia pikirkan dn ia mengerti meskipun ada
beberapa benda objek yang berada di dalam ruang atau tempat tertutup. Akibatnya
adalah peristiwa tembus pandang.
Satu
nilai yang dapat kita tiru dari anak-anak dengan karakterisrik gambar ini
adalah kejujuran dan kepolosan jiwa anak. Tentunya hal ini berbeda dengan orang
dewasa yang penuh dengan kepura-puraan.
(f)
Juxtaposisi.
Sifat
Pemecahan masalah ruang (kedalaman jauh dekat) dalam bidang datar, diatasi dengan
dasar pemikiran praktis. Anak melukis benda atau objek yang jauh di bagian atas
kertas sedang yang dekat dibagian bawah.
(g)
Simetris (setangkep)
Dalam
melukis suatu objek sering timbul gejala atau hasrat untuk melukis hal-hal yang
asimetris menjadi asimetris. Misalnya dua pohon besar di kiri dan di kanan, dua
buah gunung kembar dengan matahari di tengah, setangkai bunga dengan daun kiri
dan di kanan, dan sebagainya.
(h)
Proporsi (perbandingan ukuran)
Anak-anak
lebih mementingkan proporsi nilai dari pada fisik. Hal-hal yang dianggap lebih
penting dibuat lebih besar atau lebih jelas.
(i)
Lukisan bersifat cerita (naratif)
Lukisan/gambar
yang dibuat anak merupakan ungkapan perasaan atau gejolak jiwa. Jadi lukisan
adalah cerita anak, bukan sekedar mencoret sebagai aktivitas motorik atau gerak
anatomis saja. Maka perlu ditanggapi secara wajar dan dalam sikap menerima
serta mengaharga.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi,
Catur. 2012. Konsep Dasar Seni Rupa Sd.Surakarta:UMS
Press
Bastomi,
Suwaji.2014.Apresiasi Kreaif: Kumpulan Makalah Tahun Delapan uluhan
.Semarang:UNNES Press
Pujianto, Beni. 2010. Studi Tentang Proses
Pembelajaran Menggambar Ekspresi Pada Siswa Kelas Rendah Di Sekolah Dasar
Negeri Tangkil 01 Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.SKRIPSI.MALANG.UNIVERSITAS NEGERI
MALANG
2.2.
TIPOLOGI KARYA SENI RUPA ANAK
Apa
yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat dan dirasakan. Apa yang
digambar bukan hanya yang sedang ia pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan
perasaan yang diasosiasikan. Anak dapat meniru alam, mengubah, mengurangi atau
menghilangkan sebagian objek yang digambarkannya.( Alexander Aria Teja, 2013:23
)
Pengetahuan
tentang tipe-tipe lukisan anak sangat diperlukan untuk mengenal dunia seni rupa
mereka. Pengetahuan ini sangat diperlukan agar tidak memaksa anak untuk memilih
atau mengukur keberhasilan agar anak-anak dengan satu tipe saja, dengan
mengetahui bahwa setiap anak mempunyai gaya masing-masing dalam menyampaikan
ungkapan perasaannya melalui lukisan yang dibuatnya.
Menurut Garha (1980:113) penjelasan lebih
lanjut tipe gambar anak adalah sebagai berikut:.
1)
Visual
Pada tipe ini, anak cenderung lebih mengutamakan
pengamatan mata daripadasuasana hati. Kecenderungan pengamatan anak terhadap
lingkungannya lebih mengarah pada faktor objektif, dimana anak akan
mengekspresikan segala sesuatu yang ada di lingkungannya ke dalam sebuah
kertas, sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan apa yang ditangkap oleh
indera anak, sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:260)
bahwa perantara utama untuk kesan visual adalah mata. Kemampuan untuk mengamati
secara visual tidak tergantung sepenuhnya pada kondisi fisik mata. Kesadaran
visual yang rendah tidak selalu ditentukan oleh ketidaksempurnaan mata.
Indahnya Alamku, oleh
Diana P. (5 tahun) Karya siswa TK Aisyiah Bustanul Athfal Bibis Wetan (Foto:
Galih Rosadi Dwi Permana, 2015)
Sebaliknya,
percobaan yang sama telah membuktikan, kepekaan dalam mengamati adalah faktor
utama. Kepekaan anak terhadap objek yang sedang diamatinya dipengaruhi oleh
faktor rasio yang berkembang lebih baik dibandingkan dengan faktor emosinya.
Lowenfeld dan Brittain (1964:261) memandang bahwa anak dengan tipe visual
dipengaruhi oleh dua faktor sebagaimana pendapatnya sebagai berikut.
Penetrasi
visual berhubungan dengan dua faktor: pertama, dengan analisis karakteristik
bentuk dan struktur dari objek itu sendiri; dan kedua, dengan efek perubahan
bentuk-bentuk ini dan struktur yang ditentukan oleh cahaya, bayangan, warna,
suasana, dan jarak. Mengamati dengan detail tidak selalu bentuk ingatan visual;
itu bisa menjadi indikasi dari memori yang baik serta ketertarikan subjektif dalam
rincian ini.
2) Haptik
Pada tipe ini, gambar anak yang
dihasilkan tidak berdasarkan pada pengamatan anak terhadap lingkungannya, akan
tetapi anak lebih mengutamakan ungkapan perasaannya, sehingga gambar yang
dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang dilihat. Gambar dengan tipe haptik ini
dapat dikatakan bersifat subjektif sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan
Brittain (1964: 261) sebagai berikut. Perantara utama untuk jenis individu yang
bersifat haptic adalah sensasi otot tubuh, pengalaman kinestetik, kesan
sentuhan, dan semua pengalaman yang menempatkan diri dalam nilai hubungan ke
dunia luar.
Dalam
jenis haptik ini, seseorang diproyeksikan sebagai aktor sejati dalam gambar
yang karakteristik aslinya adalah hasil dari sintesis tubuh, emosi, dan pemahaman
intelektual dari bidang dan bentuk. Ukuran dan ruang ditentukan oleh nilai
emosional mereka. Interaksi dengan lingkungannya memungkinkan anak
memperoleh berbagai pengalaman baru, sensasi dengan aktivitas, dan segala kesan
yang tersimpan dalam pikirannya.
Laut yang Indah, oleh Cyntia Windah P. (7
tahun) Karya siswa SD Muhammadiyah 01
Ketelan Surakarta (Foto: Galih Rosadi
Dwi Permana, 2015)
3) Campuran (Visual-Haptik)
Tipe
ini merupakan perpaduan antara tipe visual dengan tipe haptik, sehingga karya
yang dihasilkan mengandung unsur-unsur bertipe visual dan juga haptik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa gambar ekspresi yang dibuat
oleh anak tidak hanya dikategorikan berdasarkan periodisasi saja, melainkan
kecenderungan perasaan yang digunakan anak juga ikut mempengaruhi hasil
karyanya.
Tipe
visual ditandai dengan kepekaan anak terhadap objek yang sedang diamatinya yang
dipengaruhi oleh faktor rasio yang berkembang lebih baik dibandingkan dengan
faktor emosinya. Tipe haptik ditandai dengan gambar anak yang dihasilkan tidak
berdasarkan pada pengamatan anak terhadap lingkungannya, akan tetapi anak lebih
mengutamakan ungkapan perasaannya. Sedangkan tipe campuran merupakan perpaduan
antara tipe visual dan haptik.
Mainan Idolaku, oleh Angga R. (4 tahun) Karya siswa TK Aisyiah
Bustanul Athfal Bibis Wetan (Foto: Galih Rosadi Dwi Permana, 2015)
Sedangkan menurut Hajar Parmadi dalam beberapa
tipe lukisan anak dibagi menjadi berikut:
1. Haptic
Menurut
Hajar Parmadi , kata haptic diambil dari istilah komputer “the haptic
interface. Which relays the sense of touch and other physical sensations in the
virtual world is the least developed and perhaps the most challenging to
create” (1993-2003 Microsoft Corporation). Jika selanjutnya dikatakan dengan
lukisan anak, maka tipe haptic adalah jenis karya lukis anak yang lebih
cenderung mengungkapkan rasa dari pada pikiran. Sehingga model bentuk
tampilannya kelihatan ekspresif dan menghasilkan bentuk perasaan, barangkali
bentuk dapat didefinisikan dengan objek realistic namun kadangkala maksudnya
tidak jelas atau mirip dengan lukisan abstrak (bagi pandangan orang dewasa).
2. Non Haptic
Jika
tipe haptic mengandalkan rasa tahu hadir dari dorongan rasa (emotionalmotivation)
maka, tipe non haptic cenderung dapat pengaruh dari intlektualmotivation. Oleh
karenanya, figur-figur dan bahkan alur-alur cerita tampak jelas.Pikran anak
dapat dibaca dalam lukisan lagi pula bentukpun mudah dikenal maksudnya.
3. Willing Type
Jika
diambil dari kata will yang akan atau hendak, maka istilah “willing
type”merujuk maka tipe seseorang yang menghasilkan akan sesuatu. Tipe
harapan (willingtype) dalam lukisan anak ditunjuk oleh tema yang
diangkat dalam materi pokoklukisan (subjektif materi) berupa ungkapan harapan
anak terhadap keinginan, ciri-ciriataupun yang lain seperti ramalan kejadian
yang akan datang.
Daftar
Pustaka
Hajar,
Pamadhi. 2004. Apresiasi Seni Rupa Anak. Bahan Penelitian Pengembangan.Modul
Fikip-UT.
Garha,
Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa Program Spesialisasi
II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Pujianto, Beni. 2010. Studi Tentang Proses
Pembelajaran Menggambar Ekspresi Pada Siswa Kelas Rendah Di Sekolah Dasar
Negeri Tangkil 01 Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.SKRIPSI.MALANG.UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
Alexander Aria Teja. 2013. “Studi Kasus
terhadap Seni Lukis Anak pada Sanggar Lukis Warung Seni Pujasari Surakarta”. Skripsi.
Surakarta: Institut Seni Indonesia.
Galih Rosadi Dwi
Permana.2016.” SENI
LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL (Studi
pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01 Surakarta)”.
Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia.
2.3.
PERIODESASI KARYA SENI RUPA ANAK
1.
Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34) 3.20
Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner
adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas
tahun. Dari 100.000 buah gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode,
masa, yaitu:
Masa
Mencoreng : 0 - 3 tahun
Masa
bagan : 3 - 7 tahun
Masa
bentuk dan garis : 7 - 9 tahun
Masa
bayang-bayang : 9 - 10 tahun
Masa
persfektif : 10 - 14 tahun
2.
Periodisai menurut Cyrl Burt (Lowenfeld, 1975: 118-119) Membagi periodisasi
gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
Masa
mencoreng : 2 - 3 tahun
Masa
garis : 4 tahun
Masa
simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun
Masa
realisme deskriftif : 7 - 8 tahun
Masa
realisme visual : 9 - 10 tahun
Masa
represi : 10 – 14 tahun
Masa
pemunculan artistic : masa adolesen
3.
Periodisasi menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain.
Penyelidikan yang dilakukan terhadap
anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Masa
mencoreng (scribbling) : 2-4 tahun
Masa
Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun
Masa
Bagan (schematic period) : 7-9 tahun
Masa
Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
Masa
Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Masa
Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun
4.
Periodisasi menurut Rhoda Kellog dan Scott (Muharam dan Sundaryati, 1991:
34-35) Beliau melakukan penelitian
di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang diteliti lebih dari 1.000.000
gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti.
Coretan
dan corengan (Scribble and Scriblin) : 2 - 3 tahun
Rahasia
bentuk (The Secrets of Shape) : 2 - 4 tahun
Seni
Kontur (Art in Outline) : 2 - 4 tahun
Anak
dan desain (The Child and Design) : 3 - 5 tahun
Mandala,
matahari dan Radial (Mandlas, Suns, and Radials): 3 - 5 tahun
Manusia
People) : 4 - 5 tahun
Mirip
Gambar (AlmostPictures) : 4 – 6 tahun
Gambar
(Pictures) : 5 –7 tahun
5.
Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Lansing (Kamaril, 1999:
2.38)
Masa
coreng-moreng : 2-4 tahun
Masa/tahap
figurative : 3-12 tahun
Subtahap
permulaan figuratif : 3 -7 tahun
Subtahap
pertengahan figuratif : 9-10 tahun
Subtahap
akhir figuratif : 9-12 tahun
Tahap
artistik : 12 tahun ke atas
Periode
masa perkembangan seni rupa anak menurut
Hajar Pamadi (2012: 183-194). Perkembangan dapat dikategorikan melalui
periodisasi gambar pada anak melalui 5 tahapan yaitu : masa coreng-mencoreng
(1-4) tahun, masa pra-bagan (preschematic) usia 4-7 tahun, masa bagan (schematic)
usia 7-9 tahun, masa realisme awal ( drawing realism) usia 9-11 tahun,
masa realism semu (pseudo realisme) usia 11-14 tahun.
Sedangkan menurut
Victor Lowenfel (1947-1957) meklasifikasi perkembangan atas beberapa tahap,
yaitu :
a. Tahap
Coret-Coret (Scribbling) usia 2-4 tahun
Tahap
ini ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam membuat goresan yang tidak
terwujud. Tahap ini dibedakan menjadi tiga yaitu ; coretan tak beraturan
(Disordered Scribbling), coretan terkontrol (Controlled Scribbling), dan
penambahan goresan (Naming Scibbling) Pengalaman pertama dalam kegiatan
menggambar bagi anak merupakan sesuatu yang sangat penting, karena bukan hanya
sebagai simbol ekspresi yang pertama bagi diri anak, tetapi juga sebagai tanda
awal seorang anak dalam mengekspresikan dirinya.
Hal
ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:93) sebagai
berikut. Upaya pertama dalam menggambar bagi seorang anak dapat menjadi hal
penting tidak hanya sebagai tanda ekspresi pertama bagi dirinya akan tetapi
juga penting bagi orang dewasa untuk peka dan sadar yang melihat garis-garis
pertama yang dibuat oleh anak dalam mengekspresikan dirinya. Mungkin ini tanda
pertama dan cara dimana anak akan diterima oleh orang dewasa yang akan
mempunyai kepentingan besar pada pertumbuhan anak.
Upaya
menggambar bagi anak merupakan hal penting yang perlu didukung oleh orang
dewasa seperti orang tua dan guru, dengan memberikan perhatian dan fasilitas
kepada anak, dalam rangka mendukung pertumbuhan anak. Coretan-coretan yang
dibuat anak semata-mata merupakan ungkapan ekspresinya yang belum dibarengi
dengan kemampuan bentuk visual yang berkembang. Dalam perkembangannya,
penggambaran garis pada anak mulai beragam dan bervariasi. Selain itu mereka
juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Lowenfeld dan Brittain (1964:95),
mengemukakan bahwa coretan dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu
coretan tak beraturan (disoredered scribbles), coretan terkendali (controlled
scribbles), dan coretan bernama (named scribbles)
Gambar
yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan lebih dominan pada
bentuk gambar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, dan belum
dapat membuat corengan berupa lingkaran. Sedangkan dalam tahap corengan
terkendali, anak mulai mampu untuk mengendalikan coretan yang dibuatnya. Hal
ini tampak pada contoh gambar di atas, yang menunjukkan tampilan coretan yang
lebih halus dan cenderung di ulang-ulang. Pada tahap corengan bernama,
merupakan tahap akhir masa coreng moreng.
Pada masa mencoreng, apabila orang tua memfasilitasi kebutuhan
anak dengan baik, maka anak akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam
hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada
hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal penting yang harus dilakukan oleh
orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian atau apresiasi
terhadap karya yang sedang dibuat anak, sehingga kemampuan komunikasi anak
dengan orang deswasa secara melalui bahasa visual akan terbentuk dengan baik
b. Tahap
Prabagan (The Preschematic Stage) usia 4-7 tahun
Pada tahap ini terjadi perubahan cara menggambar yaitu; terjadi
kesadaran akan kreasi bentuk dan mulai ada komunikasi dengan gambar. Ciri tahap
coret-coret yang berdasarkan gerakan tangan kini berubah menjadi coretan yang
terkontrol dan memiliki hubungan yang jelas dengan lingkungan karena
merepresentasikan sesuatu yang pernah dilihat anak seperti orang, rumah, atau
pohon.
Usia
anak pada tahap ini biasanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas
awal. Pada tahap ini, hal berbeda yang dapat ditemukan yaitu anak mulai
menyadari akan adanya bentuk. Anak pada tahap ini mulai bisa mengendalikan
coretannya, sehingga goresan yang pada mulanya tidak beraturan, pada tahap ini
anak mulai mencoba menggabungkan garis menjadi sebuah bentuk.
Anak
pada kisaran umur 4-7 tahun memiliki kecenderungan menggambar manusia dan objek
lain dalam bentuk garis atau batang sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan
Brittain (1981:155) bahwa sangat menarik untuk
dicatat bagaimanaseorang anak bisa menata coretannya begitu pula gerakan
melingkar dan gerakanmembujur sekarang mulai memiliki hubungan fungsional yang
nyata. Coretan ini sudah dapat dikenali baik oleh anak maupun orang dewasa
sebagai simbol seorang manusia. Dari
pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa coretan yang dihasilkan olehanak pada
masa ini sudah mulai bisa dikenali oleh anak dan juga orang dewasa.Objek yang
biasanya digambarkan oleh anak pada masa ini adalah objek manusiayang
diungkapkan dengan bentuk kepala melingkar dan bentuk kaki menjulurkebawah,
sebagaimana diungkapkan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:116) bahwabiasanya simbol
representasi pertama yang diungkapkan adalah wujud manusia.Bentuk manusia
biasanya diungkapkan dengan bentuk melingkar untukmengungkapkan bentuk kepala,
dan garis vertikal untuk mengungkapkan badan ataukaki.
Pengalaman anak ketika hujan yang digambar
oleh anak umur enam tahun.
(Sumber : Muharam E. dan Warti
Sundaryati, 1992, Hal. 41, Scan foto/ repro oleh Galih Rosadi Dwi Permana pada
2 September 2015)
Pada
masa ini, anak belum mempedulikan hubungan warna dengan objeknya, hal ini
sesuai dengan pendapat Lowenfeld dan Brittain (1964:120) yang mengemukakan
bahwa selama upaya pertama dalam merepresentasikan gambar bagi anak,
ketertarikan dan kekaguman anak lebih dirangsang melalui hubungan antara gambar
dengan objek daripada warna dengan objek. Dari pendapat tersebut, dapat
dipahami bahwa hubungan antara warna dengan objek belum diperhatikan oleh anak.
c. Tahap Bagan (Schematic Stage) usia
7-9 tahun
Setalah puas dengan ekperimen membuat bentuk, akhirnya anak mulai
dapat membentuk bagan lebih lengkap. Disebut bagan, jika anak membuat bentuk
dengan pengulangan tanpa ada keingingan mengubah. Jika anak mengubah bentuk,
itu disebabkan ada sesuatu yang sangat penting bagi mereka.
Masa
bagan merupakan periode yang biasanya mulai terjadi pada anak usia kelas 3
sekolah dasar. Gambar yang diciptakan oleh anak pada masa ini cenderung
mengulang bentuk (Bandi, 2010:11). Pikiran anak sudah mulai terhubung dengan
obyek di lingkungan sekitarnya sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan
Brittain (1964:147) bahwa ketika skema berkembang dan kita melihat dari suatu
sudut pandang tertentu, anak mulai berhubungan dengan orang lain dan melihat
dirinya sebagai bagian dari lingkungan. Anak mulai menyadari mengenai sebuah
objek yang digambar dari informasi dan pengetahuan yang diterima, kemudian
diwujudkan dalam sebuah gambar skema. Gambar skema yang dibuat anak menurut
Lowenfeld dan Brittain (1964:140) dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
skema manusia, skema ruang, dan garis dasar sebagai permukaan daratan.beberapa tahapan
sesuai dengan perkembangan usianya sebagai berikut.
1)
Skema Manusia
Skema
manusia digunakan anak untuk menjelaskan figur manusia sebagaimana dikemukakan
Lowenfeld dan Brittain (1964:140) bahwa istilah skema manusia digunakan untuk
mendeskripsikan konsep figur manusia sebagaimana penelitian yang telah
dilakukan.
2)
Skema Ruang
Pemikiran
rasional anak terhadap objek gambar yang dibuatnya mulai berkembang dan mulai
mengenal garis dasar sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1964:142)
bahwa kesadaran bahwa anak adalah bagian dari lingkungannya dinyatakan dengan
simbol yang disebut garis dasar.
3) Garis Dasar Sebagai
Permukaan Daratan
Anak
dalam tahap ini mengekspresikan gambar yang dibuatnya melalui simbol garis
dasar sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1964:149) bahwa garis
dasar suatu waktu digunakan untuk melambangkan sesuatu yang berdiri, dan di
lain waktu digunakan untuk melambangkan suatu permukaan.
Secara
umum, garis dasar digunakan oleh anak untuk mempresentasikan atau mengungkapkan
suatu ruang atau permukaan, anak memiliki sisi emosi masingmasing yang bersifat
subjektif, sehingga gambar yang dihasilkan cenderung berbeda, sebagaimana
diungkapkan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:151) bahwa meskipun garis dasar
adalah cara yang paling umum digunakan oleh anak-anak untuk merepresentasikan
ruang dalam gambar dan lukisan mereka, kadang-kadang pengalaman emosional
memaksa anak untuk menyimpang dari jenis skema. Kita menyebutnya dengan istilah
representasi subjektif.
d. Tahap Berkelompok (The Gang Age) 9-12 tahun
Salah satu ciri yang
menonjul pada periode ini adalah anak menyadari bahwa mereka anggota
masyarakat. Anggota dari kumpulan teman-temannya. Pada masa ini anak mulai
dapat bekerja sama dengan anak lainnya dan orang dewasa. Dalam kelompoknya
mereka dapat saling bercerita tentang pengalaman, rahasia, dan kesenangan dalam
berkerja sama. Kelompok
biasanya didasarkan pada
jenis kelamin yang sama anak perempuan mulai tertarik pada pakaian yang bagus,
dan anak laki-laki mulai senang membuat mainannya sendiri dan mereka suka pergi
dengan kelompoknya. Ciri gambar pada anak usia ini, sudah membedakan jenis
kelamin secara jelas.
Perkembangan
pada masa ini lebih dibedakan atas kelompok yang dianggap anak memiliki
kesamaan dalam kesukaan dan kelompok bermain. Hal ini dikemukakan oleh
Lowenfeld dan Brittain (1964:182) bahwa pada masa ini anak mulai menunjukkan
kemampuannya untuk bekerja dalam kelompok dan bekerja sama di kehidupan dewasa.
Kesadaran visual yang mulai berkembang membuat anak tidak lagi menggunakan atau
mengungkapkan ekspresinya secara berlebihan.
Warna
yang digunakan anak pada obyek juga sudah menunjukkan pemahaman yang baik
sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 188) bahwa sejak anak
mulai mengembangkan kesadaran visual yang lebih besar, ia tidak lagi
menggunakan ekspresinya secara berlebihan. Meskipun pada usia sembilan tahun
kebanyakan anak masih membesar-besarkan ukuran sosok manusia, penelitian telah
menunjukkan bahwa kecenderungan ini akan menghilang selama tahap perkembangan.
Pemahaman anak yang telah berkembang lebih baik mendorongnya untuk memahami
sebuah objek secara naturalistik, sehingga objek yang digambar lebih
menggambarkan kesan alami.
e. Tahap Naturalisme Semu (The Pseudo Naturalistic Stage) 12 -14
tahun
Pada periode ini anak
mengalami masa transisi dari masa anak ke masa remaja. Usia ini sering disebut
masa pubertas. Masa anak sering terombang-ambing jiwanya. Anak mulai kehilangan
kemampuan spontanitas dalam membuat gambar, karena mulai menggunakan
penalarannya. Perubahan dari ketidaksadaran menuju kekesadaran. Oleh sebab itu
anak menjadi lebih kritis dan menyadari dirinya sendiri. Mereka mulai mampu
membuat bentuk secara proposional dan detail dari benda yang digambar.
Pada
masa naturalisme semu, anak mulai merasa bahwa dirinya bukan lagi seorang anak
kecil, akan tetpai juga belum yakin bahwa dirinya sudah dewasa, sehingga anak
pada usia ini terkesan mulai berpikir kritis. Lowenfeld dan Brittain (1964:215)
mengemukakan penjelasannya sebagai berikut. Ini
adalah usia ketika emosi dan perasaan yang kuat mulai diungkapkan , ketikakata
dewasa tidak lagi diterima secara patuh , ketika ia mulai menemukan bahwadia
bukan seorang anak, tapi juga sangat yakin dia tidak dewasa. Peran seni
dalamtahap perkembangan harus bias memberikan dukungan kepada individualitasnya
,untuk menjadikannya diterima secara sosial mengendalikan emosi dan ketegangan,
dan untuk memudahkan transisi dari ekspresi anak dengan jenis ekspresi
diharapkan dari orang dewasa
Representasi
visual anak mulai berkembang dengan intelegensi dan rasio yang baik. Anak pada
masa ini mulai memahami dengan baik mengenai keadaan lingkungannya, sebagaimana
diungkapkan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:226) bahwa dengan meningkatnya
kesadaran bentuk dan pola dalam lingkungan, kesadaran terhadap desain menjadi
semakin penting. Pada masa ini muncul gejala kecenderungan tipe gambar anak,
yaitu haptic dan visual, dan tema kartun merupakan objek gambar
yang sering dibuat anak pasa masa ini.
Hal
ini sejalandengan pendapat Lowenfeld (dalam Bandi, 2010:15) yang mengemukakan
sebagai berikut. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe
visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan
lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan
rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe
haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih
banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam pertumbuhannya, anak mengalami
berbagai tahap yang sesuai dengan perkembangan usianya. Mulai dari
mencoret-coret sampai dengan kepekaan visual anak terhadap objek yang digambar.
Perkembangan anak yang begitu unik dan ekspresif harus menjadi perhatian bagi
para orang tua dan guru selaku pembimbing dan pemberi arahan. Anak yang penuh
rasa ingin tahu akan mengeksplorasi ekspresi kreatif yang dimilikinya berkaitan
dengan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini menjadi aspek yang perlu
ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran seni dan kreativitas agar anak dapat
menjalani perkembangannya dengan optimal.
f. Tahap Seni Dewasa (Adolescent Art) 14-17 tahun
Pada masa ini karya
seni merupakan hasil dari upaya kesadaran. Belajar seni pada periode ini
merupakan suatu tujuan yaitu untuk mengusai keterampilan. Bagi remaja usia ini
seni bukan lagi merupakan bagian dari kehidupannya, bukan lagi merupakan
kebutuhannya. Mereka memangdang seni sebagai suatu yang dapat dipelajari untuk
tujuan tertentu, seperti kesenangan atau profesi.
Pada periode ini tumbuh
kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak
yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi
yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa
bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam
meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam
kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa
pun tak akan terhindar dari sentuhan
Contoh karya anak 17 Tahun
Selain itu secara umum Lansing (1976) dalam Prihadi Bambang dan Retno (2010)
membedakan gambar anak menjadi dua tahap yaitu tahap coreng-moreng (umur 2 – 4
tahun) dan tahap figuratif (umur 3 – 7 tahun). Berikut khususnya akan diuraikan
tahap figuratif, yang merupakan tahap perkembangan gambar anak pada usia
prasekolah hingga sekolah menengah pertama
.
Lansing (1976: 147-178) membagi tahap figuratif menjadi
tiga subtahap: (1) subtahap figurative awal (umur tiga sampai tujuh tahun), (2)
subtahap figuratif tengah (umur empat sampai enam tahun), dan (3) subtahap
figuratif akhir (umur tujuh sampai dua belas tahun) yang dapat diuraikan
sebagai berikut.
A. Gambar Anak pada
Tahap Figuratif (3-12 Tahun)
Perkembangan
gambar anak menunjukkan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan
umurnya. Berbagai hasil penelitian terhadap gambar anak-anak menunjukkan adanya
kesesuaian mengenai urutan dan wujud simbol visual perkembangan gambar anak,
namun tidak terdapat kesesuaian dari segi jumlah tahap perkembangan dan faktor-faktor
penyebabnya. Sir Cyril Burt menemukan adanya tujuh tahap perkembangan, di
antaranya adalah tahap represi, Viktor Lowenfeld menemukan enam tahap
perkembangan, karena menurutnya tahap represi sulit diprediksi. Ketidaksesuaian
dari jumlah tahapan tersebut disebabkan oleh perkembangan gambar anak bersifat
gradual, halus, dan kontinyu. Ada peneliti yang menganggap suatu susunan pada
gambar anak sebagai karakteristik tahap perkembangan tertentu, tetapi peneliti
lain hanya menganggapnya sebagai fase transisi (Lansing, 1976: 138-139).
B. Subtahap Figuratif
Awal
Subtahap
figuratif awal berlansung sejak anak umur tiga sampai enam tahun, yaitu anak di
play group, taman kanak-kanak, kelas satu SD, dan kadang-kadang juga di kelas
dua SD. Pada tahap perkembangan simbolik ini gambar anak menunjukkan hubungan
dengan kenyataan atau bersifat naturalistik. Pada umumnya anak pertama kali
menggambarkan figur manusia. Peralihan dari tahap coreng-moreng ke subtahap
figuratif awal ini berkembang hampir tidak tampak, karena penggambaran figur
manusia didasarkan pada kombinasi dari bentuk coreng-moreng. Ketika pertama
kali berusaha menggambarkan manusia, anak membuat lingkaran sebagai kepala atau
badan dan garis-garis lengkung sebagai kaki dan rambut. Anak mungkin memahami bahwa
terdapat bagian-bagian tubuh manusia yang lain, tetapi ia belum mampu
menggambarkannya. Jadi, gambar anak merupakan petunjuk kematangan
intelektualnya sampai umur sepuluh tahun.
C. Subtahap Figuratif
Tengah
Subtahap
figuratif tengah terutama dijumpai pada peserta didik taman kanak-kanan dan di
kelas satu, tiga, dan empat SD. Pada tahap perkembangan ini simbol visual yang
dibuat anak terus bertambah rumit dan cenderung mengarah pada ketelitian.
Perubahan gambar anak yang paling penting dari subtahap sebelumnya tampak pada
susunan simbol-simbol, yaitu bahwa hubungan penempatan satu objek dengan objek
lain sekarang tampak jelas disengaja dan bermakna. Benda-benda sekarang tampak
berdiri pada garis yang menggambarkan tanah yang disebut sebagai garis dasar (base
line) dan merupakan ciri pokok gambar anak tahap figuratif tengah. Garis dasar
ini dapat berupa garis yang digambar anak atau garis tepi kertas gambar. Jadi,
jelas bahwa gambar anak sekarang telah menunjukkan orientasi bawah dan atas,
sehingga objek yang terletak di bagian atas bidang gambar mengarah ke langit
dan sebaliknya, objek yang terletak di bagian bawah bidang gambar mengarah ke
tanah.
D. Subtahap Figuratif
Akhir
Gambar
anak pada subtahap figuratif akhir mungkin dimulai pada anak kelas tiga, tetapi
kebanyakan ditemukan pada anak kelas lima hingga kelas tujuh, dan tidak
terdapat lagi pada anak di atas kelas tujuh. Setelah umur sebelas tahun anak
biasanya tidak lagi aktif menggambar. Pada umumnya gambar anak berhenti pada
subtahap figuratif akhir. Jika anak terus aktif menggambar, gambarnya akan
terus berkembang.
Ciri
paling penting yang membedakan subtahap figuratif tengah dan subtahap figuratif
akhir adalah munculnya perspektif sebagai pengganti garis dasar. Anak tidak
lagi menggambarkan objek pada garis dasar, melainkan di atas bidang yang tampak
meluas ke belakang, mengesankan ruang, sehingga lebih dekat dengan kenyataan.
Anak juga membedakan objek yang berada di tempat yang dekat dan yang jauh,
yaitu dengan memperbesar ukuran objek. Selain itu, anak tidak lagi menunjukkan
gambar secara tembus pandang (gambar sinar-x).
Daftar
Pustaka
Budi,
Catur. 2012. Konsep Dasar Seni Rupa Sd.Surakarta:UMS
Press
Bastomi, Suwadji. 2014. Apresiasi Kreatif.
Semarang: UNNES Press
Lowenfeld, V. and Brittain, W. L. 1964. Creative
and Mental Growth (Fourth ed.).New York: Macmillan Publishing Co., Inc
Sobandi,
Bandi. 2010. Mengenal Perkembangan Seni Rupa Anak-Anak. Jakarta:
Direktorat
Jenderal Perguruan Tinggi
Prihadi,Bambang dan Retnowati.2010.PEMBELAJARAN SENI RUPA
. Yogyakarta:KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
2.4. UNGKAPAN DAN PERSPEKTIFKARYA SENI
RUPA ANAK
2.4.1. Ungkapan Karya Seni Rupa Anak
Gambar anak – anak juga dapat dikenali
berdasarkan bentuk ungkapan gambar anak
didasarkan pada cara anak mengungkapkan gambar yang dibuat pada sebuah
bidang Seperti yang dikemukakan (Garha,1980:130) bentuk ungkapan gambar anak
anak dibagi menjadi:
a) Dimensi
Dimensi merupakan cara menggambar yang
dilakukan oleh anak melalui penggambaran objek yang berbeda-beda ukurannya pada
sebuah bidang gambar. Pembesaran atau pengecilan yang terjadi pada gambar yang
dimaksud oleh anak untuk lebih menonjolkan suatu tokoh yang dianggap penting
dari pada yang lainnya. Terkadang untuk menonjolkan gambar yang dibuat, anak
hanya membuat sebuah gambar dalam satu bidang gambar. Suatu karya anak dianggap
memiliki ungkapan dimensi jika dalam satu bidang gambar menampilkan sebuah atau
beberapa objekyang berbeda dalam satu bidang gambar.
Gambar
Karya Putra Eka Febrianto
b) Stereotipe (perulangan)
Istilah stereotipe dalam bahasa Indonesia berarti pengulangan.
Pengulangan yang dimaksud adalah dengan cara mengulang suatu objek menjadi
beberapa bagian, sehingga dalam satu bidang gambar terdapat beberapa bentuk
gambar yang sama.
Gejala ini muncul dalam bentuk
berbeda-beda secara bertahap, yaitu:
1) Pengulangan Total: bentuk perulangan
ini merupakan perulangan yang menyeluruh, yang berarti setiap anak membuat
gambar, gambar yang dihasilkan akan sama dan tidak bervariasi.
2) Pengulangan objek: bentuk perulangan
ini meliputi seluruh gambar, terjadi jika anak membuat atau menggambarkan objek
yang berjumlah banyak pada sebuah bidang gambar, misalnya sekumpulan
orang-orang atau pohon-pohon.
3) Pengulangan unsur: pada perulangan
ini, anak membuat suatu bentuk dan mengulang bentuk tersebut dalam berbagai
keadaan atau bentuk-bentuk yang baru. Misalnya penggambaran matahari yang
berwajah orang, dan pohon yang berwajah orang pula.
Gambar
Karya Erika Maulinda
c) Ideoplastis
Bentuk ungkapan Ideoplastis merupakan ungkapan gambar yang menunjukkan kesan
tembus pandang suatu objek pada sebuah bidang gambar. Anak pada gaya Ideoplastis adalah anak yang ingin
menggambarkan hal yang diingatnya, bukan hal yang dilihatnya. Pada bentuk
ungkapan ini, anak juga cenderung ingin menampilkan gambar yang seharusnya
tidak terlihat pada objek aslinya atau tertutup.
Idioplastis, objek yang digambar tampak tembus
pandang
d) Penumpukan
Ungkapan gambar yang demikian merupakan
cara anak untuk memperoleh kesan ruang dalam sebuah bidang gambar. Objek yang
ditampilkan berupa gambar-gambar yang saling menumpuk. Objek yang letaknya
lebih dekat, digambarkan di bagian bawah bidang gambar, dan semakin jauh letak
suatu objek, penggambarannya akan semakin ke sisi atas bidang gambar. Sumanto
(2006:34) mengemukakan bahwa penumpukan ditandai dengan kesan ruang dengan ciri
objek yang dekat digambar di bagian bawah bidang gambar, dan objek yang
letaknya semakin jauh diletakkan di bagian atas bidang gambar.
Gambar
Karya Ardinda Marsha Santosa
e) Perebahan
Bentuk ungkapan perebahan digunakan
untuk memperoleh kesan ruang dalam gambar anak. Bentuk gambar ini dibuat,
seakan-akan anak berada menempatkan diri di tengah-tengah sebuah gambar. Kesan
ruang dapat dicapai dengan cara merebahkan objek benda yang digambar. Sumanto
(2006:33) mengemukakan bahwa perebahan ditandai dengan kesan ruang yang
diperoleh dengan jalan merebahkan ke dalam/ke luar suatu benda atau objek yang
digambarkan.
Gambar
Karya Aditya Nur Pratama
f) Tutup menutup
Bentuk ungkapan tutup-menutup merupakan
salah satu cara anak dalam mengungkapkan kesan ruang. Pada bentuk ungkapan ini,
anak tidak menggunakan ingatannya untuk mengungkapkan sebuah gambar, akan
tetapi menggunakan pengamatan visualnya terhadap suatu objek. Gambar yang
dihasilkan telah menunjukkan perkembangan kognitif yang maju.
Sumanto (2006:35) mengemukakan bahwa
tutup menutup merupakan kesan ruang dimana antara objek yang satu dengan objek
lainnya ditampilkan saling tertutup. Ditambahkan pula bahwa hal ini menunjukkan
bahwa objek yang tertutup berada di tempat yang lebih jauh, namun dilihat dari
ukurannya belum digambar semakin kecil seperti yang dilakukan dalam menggambar
perspektif.
Gambar
Karya Haura Ananta Dewi
g) Perspektif Burung
Bentuk ungkapan ini merupakan bentuk
ungkapan gambar yang sudut pandangnya menempatkan diri di atas objek gambar,
sehingga dengan cara ini anak dapat memperoleh kesan ruang. Dalam bentuk
ungkapan ini, anak melihat objek gambar seolah-olah berada pada suatu
ketinggian tertentu, sehingga gambar yang dihasilkan tampak terlihat dari suatu
ketinggian.
Gambar Karya Yayank Aldillah
h) Pengecilan
Pada bentuk ungkapan ini, anak sudah
dapat memunculkan kesan perspektif, sehingga gambar yang dihasilkan mengarah ke
objek aslinya. Sumanto (2006:35) mengemukakan bahwa pengecilan merupakan kesan
ruang gambar yang dibuat berdasarkan ketentuan atau hukum perspektif, dimana
objek yang dekat digambarkan besar dan jelas, sedangkan objek yang semakin jauh
digambar semakin kecil dan tidak jelas.
Gambar
Karya Nabila Banal Firdaus
Dalam
In Education Through Art, Read (1958: 140) mengklasifikasikan gambar anak-anak
menjadi 12, yaitu:
(a)
Organic
Berkaitan
serta bersimpati dengan objek-objek nyata, anak-anak lebih suka objek dalam
kelompok daripada yang sendiri. Tipe ini juga mengenal proporsi yang wajar dan
hubungan organis yang wajar pula, misalnya pohon yang menjulang di atas tanah,
gambar manusia dan hewan bergerak sesuai dengan bentuk aslinya.
(b)
Lyrical
Penggambaran
objek bersifat realistis, tetapi tidak bergerak seperti organic. Objek yang
digambarkan statis dengan warna-warna yang tidak mencolok. Biasanya digambarkan
oleh anak perempuan.
(c)
Impresionist
Lebih
mementingkan detail/kesan suasana yang digambarkan daripada konsep keseluruhan.
(d)
Rhytmical Pattern
Gambar
memperlihatkan benda-benda yang dilihat, Contohnya gambar anak yang melempar
bola, kemudian mengulang gambar tersebut sampai bidang gambar terisi
seluruhnya. Sifatnya bisa organis atau lyris.
(e)
Structur Form
Tipe
ini jarang ditemui pada gambar anak. Objeknya mengikuti rumus ilmu bangunan
yang diperkecil menjadi satu rumusan geometris dimana rumus yang aslinya
diambil dari pengamatan.
(f)
Shematic
Penggambar
menggunakan rumus ilmu bangunan tanpa ada hubungan
yang
jelas dengan susunan organis. Skema dari objek semula disempurnakan menjadi
satu disain yang ada hubungan dengan objek secara simbolis.
(g)
Haptic
Gambar
yang dibuat mewakili image-image hasil rabaan dan sensasi fisik dari dalam.
Gambar-gambar yang dibuat didak berdasarkan pengamatan visual suatu objek, tapi
bukan skematik.
(h)
Expresionist
Berhubungan
dengan dunia dalam dirinya. Tidak hanya mengekspresikan sensasi egosentrik
tetapi juga objek dunia dari luar seperti hutan, gerombolan orang, dan
lain-lain.
(i)
Enumeratif
Penggambar
pada tipe ini dikuasai oleh objek dan tidak dapat menghubungkan dengan sensasi
keutuhan sehingga semua bagian-bagian kecil yang dapat dilihatnya pada bidang
gambar tanpa ada yang dilebih-lebihkan Persepsi gambar bukan merupakan persepsi
seniman melainkan persepsi arsitek.
(j)
Decorative
Menampilkan
bentuk-bentuk dua dimensi dengan pola-pola warna-warni dan mengusahakannya
menjadi pola yang menggembirakan. Bentuk-bentuk narural diekspresikan sehingga
timbul perasaan senang, melankolis, dan sebagainya. Dengan demikian anak yang
menggambar menghasilkan gambar dan memanfaatkan warna untuk menghasilkan
pola-pola yang riang.
(k)
Romantic
Pada
tipe ini tema diambil dari kehidupan yang dipertajam dengan fantasi. Gambar
merupakan gabungan antara ingatan dengan image eidetic sehingga menyangkut
sesuatu yang baru.
(l)
Literary
Tema
yang ditampilkan semata-mata khayal yang berasal dari raasa yang disarankan
gurunya atau imajinasi sendiri. Tema ini merupakan gabungan antara ingatan dan
imajinasi untuk disampaikan kepada orang lain.
Daftar
Pustaka
Sumanto.
2006. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar.
Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal PendidikanTinggi
Direktorat Ketenagaan.
Read,
Hertbert. 1958.Education Through Art.London:Faber and Faber
Garha,
Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa ProgramSpesialisasi
II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Galih
Rosadi Dwi Permana.2016.”
SENI
LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL
(Studi pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01 Surakarta)”.
Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia
2.4.2.
Perspektif Karya Seni Rupa Anak
Menurut
Bastomi (2014:20) menurut penglihatannya anak tidak mengenal ruang dengan kata
lain tidak dapat membedakan benda yang dekat dan yang jauh. Menurut pengertian
anak apapun yang menjadi perhatian semua yang dianggap dekat naka dianggap
penting.
Menurut
Hajar Parmadi Konsep keruangan yang ada pada gambar anak menjadi berbeda
dengankarya orang tua, ruang dinyatakan dalam bentuk simbol suasana, dan
yanglain berbentuk simbol perspektif, seperti semakin jauh objek mengecil,
danperbedaan warna karena objek semakin mengabur. Gaya ini akan
berangsurberalih menjadi realistik (nyata) ketika anak telah dapat memisahkan
pikirandan rasa.
Selain
itu menurut Bastomi (2014:20-21) kesan ruang tidak tampak pada gambar anak-anak
sebab anak-anak dalam menggambar tidak mengenal ruang. Dengan demikian anak
tidak mengenal perspektif. Anak mulai mengenal perspeektif dan ruang setelah
memasuki masa rasional.
Perspektif
gambar seni rupa anak merupakan sesuatu hal yang istimewa dan membedakan dengan
lainnya:
1.
Dapat Menciptakan Gambar Aneka Tampak.
Kelebihan
gambar anak-anak dapat menampilkan objek dari berbagai arah dalam satu gambar,
sehingga objek tampak dari berbagai arah.
Misalkananak menggambar: Cara menyusun
komposisi obyek gambar biasanya berlapis-lapis, berurutan dari atas bidang
gambar, ke tengah dan ke paling bawah. Objek gambar disusun berlapis atas
bersap (bertumpang tindih). Sehingga membentuk lapisan latar. Objek gambar yang
paling jauh diletakan di atas bidang gambar, objek yang dekat di bawahnya
(gambar tampak bertumpuk).
2.
Membuat Komposisi Rebahan.
Kelebihan
yang lain dari gambar anak-anak adalah membuat komposisi objek yang digambar
berkeliling dan direbahkan ke arah menjauh dari tengah-tengah bidang gambar.
Jadi seakan-akan anak yang menggambar berada di tengah-tengah objek (poros).
3.
Cara Menggambar Objek Tembus Pandang (X-Ray) Atau Transparansi
Salah
satu ciri khas lukisan anak (tidak mesti ada pada setiap anak) adalah gambar
tembus pandang atau sering disebut transparansi (X-ray). Ciri tembus pandang
ini merupakan hal yang wajar, seiring dengan perkembangan usia mental anak,
yaitu perkembangan pikiran dan perasaannya. Lukisan anak merupakan lukisan
pikiran. Ketika inspirasi datang pada anak untuk melukis, semua bayangan masa
lalu yang tersimpan akan diungkapkan olehnya.
Anak
menggambar tidak dihalangi oleh pemikiran dan pandangan visual mata biasa,
tetapi dengan mata hati. Misalkan digambarkan seorang ibu yang sedang hamil,
anak-anak menggambarkan bayi yang belum lahir tampak berada di dalam perut sang
ibu, tembus pandang.
4. Bertumpu Pada Garis Dasar
Sebagian
anak masih mempunyai cara pandang spasial, artinya suatu objek hanya dipandang
melalui satu sisi, walaupun seluruhnya juga akan ditampilkan. Logika anak mulai
berjalan dengan memberi tanda setiap objek berdiri, sebagai contohnya: pohon
kelapa berdiri di atas tanah, meja yang ditempatkan pada sudut ruangan juga
berdiri di lantai rumah, demikian pula orang juga berdiri. Semuanya
dipersepsikan berdiri. Konsep berdiri ini sakhirnya muncul pada gambar anak.
5.
Tipe Susunan Bebas
Gambar
ini terdiri atas unsur garis dan beberapa batang tanaman hias, botol, kupu-kupu
dan gundukan tanah serta orang yang sedang membawa benda. Semua objek
ditampilkan dan belum mempunyai ceritayang jelas. Susunan ini dapat dikatakan
sebagai susunan anorganik yaitu susunan yang diletakkan pada bidang gambar
tanpa mengenal urutan ceritanya. Anak menempelkan daun kering sebagai tanda
komposisi langit yang terpisah dengan rumah. Namun jalan cerita berhubungan
dengan kupukupu yang kemungkinan sedang mencari bunga di antara susunan daun.
Kupu-kupu tersebut terbang di atas rumah namun karena pusatperhatian pada daun
akhirnya rumah, dibuat lebih kecil daripada daun dan pot bunga. Keberanian anak
menampilkan hal seperti ini biasanya tidak diperhatikan oleh orang tua dan
pendidiknya. Lukisan ini dianggap tidak konsisten dengan ukuran serta
pewarnaannya
Menurut
Lowenfeld (1982:211) Anak belum memikirkan bagaimana seharusnya menggambarkan
ruang(bidang). Belum ada konsep ruang/bidang yang berpusat pada dirinya sehingga
benda-benda digambarkan dimana saja,misalnya pada kertas bagian atas,bawah,
maupun samping kanan atau kiri. Konsep ruang tak lain adalah apa yang ada di
sekitar dirinya, menjadikan tidak logisnya antara obyek yang satu dengan obyek
lainnya.
Daftar pustaka
Garha,
Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa ProgramSpesialisasi
II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Sumanto.
2006. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar.
Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
PendidikanTinggi Direktorat Ketenagaan.
Red,Herbert.
1958. In Education Through Art. London:Faber and Faber
Galih
Rosadi Dwi Permana.2016.”
SENI
LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL
(Studi pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01 Surakarta)”.
Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar