Jumat, 04 Agustus 2017

CERPEN SIMFONI KOPI


SIMFONI KOPI
Oleh : Dwi Endah
Langkah demi langkah ku nikmati dengan memandang bangunan kuno yang mungkin bisa dibilang kuno namun memiliki daya tarik tersendiri. Aku hanya mahasiswa jurusan seni rupa yang sedang menempuh awal semester 5 yang membutuhkan hiburan di rutinitas yang melelahkan. Selalu dan selalu saat aku menyusuri jalan ini aku terdiam , langkah kakiku berhenti mataku tak bisa berkedip melewati sebuah kafe kopi yang begitu mewah dengan kaca beningnya membuat pejalan kaki terpana untuk mampir mencicipi beberapa cangkir kopi. Selama ini aku hanya bisa memandang kafe kopi ini dari luar. Tak beberapa aku lama aku putuskan untuk mampir ke kafe kopi itu, pertama kali aku masuk aku tertegun akan tatanan kopi yang disusun berjajar didalam sejenis toples-toples besar dengan beberapa mesin kopi dan ditata rapi dan pelayannya yang cekatan.
Akupun memilih tempat disebelah kanan pintu masuk dengan duduk menghadap kaca agar aku bisa melihat keluar memandangi suasana luar kafe yang begitu ramai dengan banyak pejalan kaki. Tak beberapa saat datanglah pelayan menawarkan berbagai jenis kopi yang mereka tawarkan.
"Pesan kopi espresso satu saja", jawabku pada pelayan
"Baik, silahkan ditunggu kakak. Ini notanya bisa dibayarkan dikasir disebelah sana kakak", sambil tersenyum sembari menulis pesanan setelahnya menunjuk ke arah kasir.
"Iya , terimakasih", jawabku
Saat ku pandang kearah luar kulihat sosok pria berkulit putih dengan kacamata hitamnya keluar dari mobil hitamnya, pria itu masuk dan duduk membelakangi kursi yang aku duduki. Pelayanpun menghampirinya,
"Kakak sudah lama tidak kesini, mau pesan apa kakak?" Kata pelayan sambil tersenyum
"Ah kata siapa baru dua tahun engga kesini kok sudah dibilang lama(tertawa). Biasa , espresso aja", kata pria itu
Setelah menunggu sekitar 10 menit kopi pesananku sudah ada dihadapanku , betapa bahagia hatiku akhirnya akupun bisa merasakan kopi ditempat yang selama ini aku idam-idamkan. Langsung saja aku teguk espresso yang aku inginkan ini, setelah sekian banyak minum kopi instan.
"Hek...(tersedak). Pait banget", kataku sambil membuat ekspresi aneh merasakan espresso yang aku minum.
Pria dibelakangku mendengar, dan langsung menengok kebelakang. Tak kuduga saat itu juga aku menengok kebelakang , alangkah kaget diriku melihat pria itu berada dekat dengan wajahku. Karena reflek aku kaget dan membuat kursi bergeser dan membuat badanku tidak seimbang.
"Kamu kenapa ?" tanya pria itu tertawa karena aku terjatuh dari kursi yang aku duduki.
"Ahhh...(menundukan kepala karena malu). Kamu siapa mengagetkan aku!" bentakku pada pria itu.
"Udah sini bangun , enggak malu apa diliatin orang-orang?" dia menahan tertawa sambil memegang lenganku dan membantuku bangun dari kursi.
"Aaa.... (mendorong pria itu) Kamu mau ngapain!" bentakku dan pria itupun malah jatuh disebelahku dan semua orang di kafe itu menertawakan kami berdua.
-~-
"Win...(berteriak). Ada kabar menghebohkan", kata Fifi sambil berlari menghampiriku
"Apa Fi ? Kamu jangan heboh deh", jawabku
"Itu Win , katanya ada mahasiswa baru masuk jurusan kita dia tajir loh ganteng terus keren lagi" kata Fifi terengah-engah karena lari tadi.
Aku hanya diam, dan melanjutkan jalanku karena 10 menit lagi perkuliahan akan dimulai.
-~-
"Willy Ardana Satriya", Pak Suryono mempresensi mahasiswanya.
Nama itu sepertinya asing bagiku, karena aku cukup mengenal baik banyak teman dijurusan seni rupa ini. Seingatku juga tidak ada yang namanya Willi, akupun penasaran dan menoleh kebelakang mencari siapa pemilik nama itu
"Hadir pak", jawab pemilik nama itu.
"Hah..!!!", Kaget melihat pemilik nama itu yang ternyata pria yang ada di kafe kopi saat aku memesan espresso
Aku hanya diam dan teringat kejadian di kafe kopi itu yang sangat memalukan dan sialnya aku bertemu dengan pria itu di kelas yang sama. Pikiranku buyar dan tidak fokus mengikuti mata kuliah, yang aku pikirkan hanya kejadian memalukan di kafe itu.
"Winda, sekarang jawab pertanyaan saya tadi!", kata Pak Suryono yang tiba-tiba sudah berada disebelahku.
"Hah... (kaget) Bapak ngomong apa?", jawabku pada Pak Suryono yang membuat Fifi mencubit tanganku karena kaget dengan jawabanku.
"Heh Winda kamu itu mahasiswa jangan ngelamum terus dikelas ini waktunya belajar. Kalo ngelamun mikirin pacar bukan disini tempatnya" bentak Pak Suryono karena tadi beliau melihat aku melamun saat mengikuti pelajarannya
"Jomblo Pak , Winda Jomblo", teriak teman-teman sekelas sambil menertawakan aku yang dibentak Pak Suryono.
-~-
"Win Fi, makan yuk laper", ajak Rolan menarik tanganku dan Fifi menuju ke kantin.
Sampai dikantin aku kaget melihat pria yang ketemui di Kafe kopi itu, dan betapa kagetnya aku Rolan malah nemarik aku dan Fifi menuju meja yang diduduki pria itu.
"Heh lan, ngapain disini. Disana juga masih banyak kok tempat kosong!", teriakku pada Rolan
"Udah disini aja sambil kenalan sama anak baru ni loh", kata Rolan sambil tersenyum
"Hai namaku Fifi", Fifi menyalami pria yang hanya tersenyum
"Hai aku kalo aku Rolan , kamu Willi kan anak baru dari Jogja itu" sapa Rolaan sambil basa basi dengan pria itu.
"Iya aku Willi , salam kenal semuanya", tersenyum
"Loh kamu engga kenalan Win?", tanya Rolan padaku
"Kamu Winda kan yang dulu di kafe itu", kata pria itu , akupun langsung melotot melihatinya
"Oh kalian udah kenal sebelumnya. Ya udah yuk pesen makan. Kamu duduk sebelah Willi aja Win", Rolan mendorongku agar duduk disebelah Willi
-~-
Malam ini aku, Fifi da Rolan ngumpul dibasecamp kita di kosnya Rolan menghabiskan malam minggu dengan ngopi dan curhat.
"Win kamu tau malem ini kita ada tamu istimewa", kata Rolan sambil memberikan kopi buatannya kepadaku.
"Ngomong apaan sih kamu, paling ya kamu aku sama Fifi doang si temen-temen kos kamu pada sibuk keluar malem mingguan. Eh omong-omong kok ini engga biasanya kopi buatanmu enak.", jawabku pada Rolan
"Oh ini kopi dari tamu istimewa kita haha", Rolan tertawa
Aku penasaran siapakah tami istimewa itu sebenarnya. Waktu menunjukan pukul 9.00 dari dalam kos Rolan aku mendengar suara mesin mobil dan kemudian mati dan Rolan pun keluar , mungkin itulah tamu istimewa Rolan. Alangkah kagetnya dirimu ternyata tamunya adalah Willi yang datang dengan bag kecil berwarna coklat,  Rolan menarik Willy untuk segera bergabung dengan kami.
"Ini aku bawakan kopi lagi (tersenyum). Kamu suka kopikan Win", Willi melihat kearahku dan aku hanya diam tertunduk malu mengingatkan kejadian di kafe kopi yang lalu.
-~-
   2 bulan kemudian kami berempat telah menjadi teman akrab , entah kenapa ada sesuatu yang membuatku bisa menerima Willi sebagai teman. Willy sering mengajak kami bertiga jalan-jalan mencicipi kopi disekitar sini. Yah, Willi sudah begitu dekat dengan kopi semua jenis kopipun telah dia pahami. Mungkin dulu pertemuan di kafe kopi merupakan kejadian yang memalukkan karena mungkin baru pertama kali aku meminum espresso sehingga sedikit agak norak. Willi sering juga mengajak aku keluar berdua untuk mengenalkanku berbagai jenis kopi , mulai dari saat itulah kami berdua mulai dekat.
Hari demi hari berlalu , Willi sering membawakanku kopi, dan kadang diajari cara membuat berbagai jenis minuman kopi, dan dari situlah aku menjadi sangat menyukai kopi. Kadang aku juga sering marah-marah karena hampir sering sekali Willi datang membawakan aku kopi.
   Sampai pada suatu hari diwaktu libur semester Willi mengajakku jalan-jalan ke sebuah perkebunan kopi. Disana melihat bagaimana proses dari sebuah kopi yang masih mentah diolah menjadi biji kopi. Dia juga memperlihatkan ku bagaimana cara membuat kopi yang baik. Dan benar saja kopi buatan Willi begitu enak aromanya juga khas sekali , sampai dia berkata sesuatu yang mungkin lama untuk aku mengerti.
"Win, kumohon jangan lupakan (tersenyum)", aku hanya diam melihat kearah Willi yang menggenggam tanganku.
-~-
Satu semesterpun berlalu aku aku, Willi, Fifi dan Rolan berteman dengan baik.
Pagi itu adalah kuliah perdana memasuki semester 6. Kulaihpun dimulai namun aku tidak menemui Willi dikelas. Aku bertanya pada Rolan dan Fifi tentang Willy namun mereka hanya diam.
"Kau akan segera dihubungi Willi win", kata Rolan tersenyum dan Fifi merangkulku.
"Kenapa dengan Willi, kalian kenapa", kataku curiga dengan perkataan Rolan dan Fifi.
Tak beberapa saat handphoneku berbunyi dan benar
"Willi kamu dimana! Kenapa tidak berangkat kuliah!", bentakku ditelpon
"Selalu saja kau marah-marah Win(tertawa kecil), maafkan aku aku kembali ke Korea untuk melanjutkan pekerjaanku dan kuliahku disana. Maaf aku telah berbohong kalo aku adalah pindahan dari Jogja, maaf aku membuatmu karena aku selalu menjengkelkan bagimu dan maaf aku tidak bisa berpamitan denganmu" kata Willy
"Apa maksudmu Wil !" bentakku kepada Willi merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan Willi
"Aku mohon jangan membenciku dan kumohon jangan lupakan aku. Aku akan selalu didekatmu, meski kau tak mengetahui kehadiranku. Win, ku mohon tunggu aku, aku akan kembali. Ya mungkin hanya ini yang bisa aku katakan padamu. Semua yang akan kau benci akan kau sukai, yakinlah semua yang kau benci akan kau sukai", penjelasan Willi ditelpon
   Serasa dunia menbelah jadi dua atau tsunami telah melanda, pikiranku buyar aku menangis dan air mata yang mampu mengungkapkan isi hati ini. Fifi hanya mendekapku seakan merasakan apa yang aku rasakan.
Rolan akhirnya bercerita , dan sekian lama baru aku ketahui kalau Rolan dan Willi sebenarnya mereka telah berteman sejak kecil hanya saat menginjak kuliah mereka tidak pernah bertemu namun masih sering berkomunikasi semua itu dikarenakan Willy pindah ke Korea untuk menggantikan bisnis kopi ayahnya yang meninggal karena kecelakaan mobil.
"Hidup Willi sangat terkekang dengan banyak peraturan yang membuat dia harus bisa menggantikan posisi ayahnya yang telah meninggal oleh karna itu dia begitu sibuk. Willy memberanikan diri untuk melarikan diri dari kesibukanya dengan bisnis kopi almarhum ayahnya dengan kembali untuk bertemu Kamu Win , aku dan Fifi ya itu dilakukanya satu semester ini. Dah itulah batas waktu yang diberikan untuk Willi bisa menikmati masa mudanya dengan teman-teman dan setelahnya kembali ke Korea untuk meneruskan bisnis kopinya", jelas Roland dengan raut muka yang sedih
Mungkin aku bisa saja membenci Willi , namun aku sepertinya tidak bisa membecinya dengan semua kenangan-kenangan yang dia berikan kepada aku, Rolan dan Fifi tentang betapa bahagianya memiliki teman hanya dengan secangkir kopi. Begitu juga dengan apa yang aku rasakan dengan Willi dan semuanya diawali dengan sebuah kopi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI SEUTUHNYA

Seutuhnya Terlahir dengan ego Kemudi menuju harapan Penuh kesengsaraan nestapa Hanya, hanya dan hanya untuk dirimu sendiri ...