Jumat, 04 Agustus 2017

Konsep dan Jenis Media Karya Seni Rupa Anak



KAJIAN SENI RUPA ANAK
Konsep dan Jenis Media Karya Seni Rupa Anak

Dosen pengampu :
Drs Petrus C. Ismiyanto, MPd.
NIP. 195312021986011001

Disususn oleh :
Dwi Endah Ciswiyati
2401414054

Jurusan Seni Rupa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
2017
3.1. KONSEP MEDIA SENI RUPA ANAK
Menurut Susanto ( 2011:255) medium adalah bentuk tunggal dari kata “ media” yang berarti perantara atau penengah. Biasa dipakai untuk menyebut berbagai hal yang berhubungan dengan bahan (termasuk alat dan teknik) yang dipakai dalam berkarya seni. Jadi Media identik dengan alat , bahan dan teknik.
Media berasal dari kata medium yang artinya tengah. Medium dalam konteks ilmu bahan berarti bahan pengikat, yaitu bahan yang berfungsi untuk mengikat bahan lain agar menjadi satu (Rondhi 2002: 22).
Menurut Hajar Parmadi Ragam atau corak adalah sesuatu yang menjadi ciri khas gambar. Gambar anak juga mempunyai ragam dan gaya yang khas. Beberapa ahli memberi keterangan, bahwa ragam anak tidak dapat diketahui jumlahnya. Sebanyak anak yang ada adalah sebanyak itu pula ragam gambarnya. Namun demikian ragam gambar anak itu tergantung pada beberapa hal:
(a) Medium atau bahan yang digunakan untuk berkarya,
(b) Cara mengungkapkan yang khas anak sesuai dengan usia perkembangannya,
(c) Pengaruh internal dari keluarga sebagai faktor turunan, namun hal yang terakhir ini belum semuanya para ahli menerimanya.
 Faktor terakhir ini juga merupakan faktor yang tidak mutlak. Menggambar adalah usaha untuk mengutarakan pendapat, jika pada suatu saat anak sulit mengutarakan pendapat, maka anak akan merasa pekerjaan dan perasaannya belum tuntas. Pada kesempatan ini dibahas tentang faktor bahan atau media sangat menentukan kelancaran menggambar; bagi anak-anak yang tidak menguasai bahan atau medium untuk berkarya seni rupa akan mengalami keterlambatan. Keterlambatan menguasai bahan dan peralatan biasanya mempengaruhi kelancaran mengutarakan pendapat. Di samping itu, melalui pemahaman mengenai medium tersebut akan memunculkan ragam karya yang dihasilkan.
a. Karya tersebut sebagai karya murni hanya digunakan untuk mengutarakan;
b. Karya terapan yaitu karya gambar atau bentuk yang dan berfungsi praktis;
c. Karya modifikasi yang berguna untuk mengganti objek asli ketika berekspresi tidak ada dalam lingkungan anak.
Menurut Rondhi (2002: 25) karya seni rupa dibuat dari berbagai bahan, alat, dan teknik tertentu. Bahan adalah material yang diolah atau diubah sehingga menjadi barang yang kemudian disebut karya seni. Alat adalah perkakas untuk mengerjakan sesuatu yaitu material. Dan teknik adalah cara yang digunakan dalam memanipulasi bahan dengan alat tertentu.
Menurut Haryanto (2007: 2) secara umum media terbagi menjadi media desain, yaitu pengetahuan tentang bahan, alat, dan proses dalam desain dan produk desain; media komunikasi yaitu mengenai bahan, alat, dan proses dalam komunikasi dan jenis produknya; dan media seni rupa yaitu tentang pengetahuan bahan, alat, dan proses atau teknik dalam seni rupa dan jenis produk seni rupa.
Sedangkan menurut Sunaryo (2010: 29) media ialah alat dan bahan, serta perlengkapan yang biasa digunakan untuk memproduksi karya seni rupa, termasuk cara menggunakannya. Rossi (dalam Sanjaya, 2006: 163) mengemukakan bahwa media adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dicapai untuk tujuan pendidikan. Media dalam pengertian seni rupa berbeda dengan media dalam pengertian sebagai alat komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA
  Susanto,Mikke . 2011. Diksi Rupa : Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa Baru . Yogjakarta:DictiArt Lab & Djagat Art House
Haryanto. 2007. “Media, Seni Rupa, Desain, dan Craft”. Handout Mata Kuliah Media Seni Rupa. Jurusan Seni Rupa. UNNES.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rondhi, Moh dan Anton Sumartono. 2002. Paparan Perkuliahan mahasiswa: Tinjauan Seni Rupa I. Semarang: Unnes Press.
Bastomi, Suwaji.2012. Sejarah Seni Rupa Indonesia:Prasejarah Hindu Islam.Semarang:UNNES Press
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:PT Indeks.
Bastomi, Suwaji.2014.Apresiasi Kreaif: Kumpulan Makalah Tahun Delapan Puluhan .Semarang:UNNES Press
3.2.JENIS – JENIS MEDIA BERKARYA SENI RUPA ANAK
Menurut Bastomi (2003: 92) setiap bahan memiliki sifat khusus yang menjadi karakteristiknya. Karakterisitik bahan ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu : 1)Keindahan yang terkandung didalam bahan. Setiap bahan memiliki keindahan sendiri, terutama pada warna. Warna asli yang ada dalam bahan banyak mempengaruhi keindahan hasil karya seni. 2)Tekstur, barik, atau kesan permukaan bahan. Tekstur itu sendiri dapat ditentukan oleh warna. Deretan warna bergelombang dapat memberi kesan permukaan yang tidak rata, sedangkan warna polos cenderung memberi kesan permukaan rata. 3)Keras dan lunaknya bahan. Bahan yang keras memberi kesan berat, dan bahan yang lunak memberi kesan ringan. Topeng yang terbuat dari besi akan terkesan keras daripada topeng yang terbuat dari karet.

Pada dasarnya, bahan yang digunakan untuk berkarya seni pada anak sangat banyak tergantung dari kemampuan dalam memilihnya. Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dari alam lingkungan atau dari toko yang sudah menjual bahan-bahan praktis, bahkan dapat pula menggunakan bahan-bahan limbah atau daur ulang.
Bahan merupakan material yang diolah atau diubah sehingga menjadi barang yang disebut dengan karya seni (Rondhi, 2002: 25). Dalam pembuatan karya seni digunakan media konvensional dan media nonkonvensional. Media konvensional merupakan media yang biasa digunakan dalam membuat karya seni rupa, seperti crayon, cat air, kanvas, kertas dan lain sebagainya. Sedangkan media nonkonvensional merupakan bahan yang tidak biasa digunakan dalam membuat karya seni, seperti melukis dengan sumbo atau pewarna makanan, melukis dengan pasir, patung dari limbah plastik dan lain sebagainya.
Media seni rupa memiliki karakteristik masing-masing. Antara media yang satu dengan media yang lain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing Entah itu dari cara penggunaan, sifat, maupun tingkat kesulitan, seperti karakteristik cat air berbeda dengan cat akrilik, pensil berbeda dengan crayon dan sebagainya. Penggunaan setiap media tergantung pada jenis karya yang akan dibuat, selain itu juga harus dipahami sifat media yang akan digunakan. Media atau bahan dapat diklasifikasikan menjadi bahan cair dan bahan padat. Bahan cair diantaranya yaitu cat air, cat minyak, tinta, spidol, yang termasuk bahan padat adalah tanah liat, bubur kertas, plastisin, adonan tepung, arang, krayon, dan sebagainya. Dari semua bahan tersebut mempunyai sifat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya (Sunaryo, 2010: 51).
Selain bahan, teknik juga termasuk di dalam media. Teknik merupakan cara seniman dalam mengolah bahan dengan alat tertentu. Menurut Rondhi (2002: 26), ada dua teknik dalam berkarya seni yaitu tenik umum dan teknik khusus. Teknik umum merupakan teknik yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang, seperti memahat, menggaris dan lain sebagainya. Sedangkan teknik khusus merupakan teknik dalam berkarya seni yang khas dan tidak biasa dilakukan oleh kebanyakan orang, yang merupakan pengembangan teknik umum secara personal seni rupa anak-anak, menggambar atau melukis merupakan kegiatan primadona.

Bahan Menggambar atau Melukis

Syakir dan Mujiyono (2007) menerangkan bahwa bahan yang paling diperlukan dalam menggambar adalah kertas. Namun dalam perkembangnya, menggambar tidak saja terpaku pada kertas saja akan tetapi meluas sifat permukaannya. Syaratnya adalah memiliki permukaan yang agak luas bisa berupa kanvas, kain, atau permukaan keramik dan lain sebagainya.

Alat untuk Menggambar untuk Anak
1. Alat untuk Teknik Kering
a. Pensil
b. Papan Gambar
c. Penghapus
d. Crayon/ Pastel
e. Pena dan Tinta
2. Alat untuk Menggambar dengan Teknik Basah
a. Spidol dan Tinta
b. Cat Air dan Cat Minyak
c. Paper Stumps
d. Cutter dan Peruncing
e. Kuas

Alat Teknik Kering

















AAlat Teknik Basah
Alat-alat yang dipergunakan sangat mempengaruhi teknik-teknik yang kita terapkan dalam proses menggambar atau melukis.. Pemanfaataan alat secara maksimal dengan dikuasainya kualitas teknik yang optimal akan dihasilkan gambar yang baik.
a. Teknik Linear
Teknik ini biasanya lebih banyak menggunakan media pensil dan pena. Untuk dapat menghasilkan arsiran dengan garis yang kecil maka perlu menggunakan pensil yang agak runcing dan keras sedangkan untuk garis tebal maka pensil tidak usah diruncingkan. Tingkat kemiringan juga akan menghasilkan goresan yang bervariasi.
b. Teknik Menggambar dengan Penghapus
Penghapus tidak saja difungsikan untuk membuang garis atau bentuk yang salah tetapi juga dapat digunakan untuk membuat tanda dalam bentuk kekhasannya yaitu berupa warna putih atau menyisakan warna asli kertas.
c. Line and Wash atau Teknik Basah
Line dan wash merupakan teknik dalam menggambar yang menggunakan media basah. Line dan wash merupakan teknik yang atraktif dan ekspresif. Digambar dengan garis yang lembut dan sapuan kuas secara bersama-sama dengan keselarasan yang sempurna. Garis dapat diproduksi dengan pensil dan pena yang memberikan struktur penekanan yang esensial kemudian disapu dengan menggunakan sapuan kuas tinta atau cat air untuk memberikan efek bentuk, gerakan, dan pencahayaan.
d. Blending
            Dalam subyek gambar pemandangan misalnya, nada blending dapat digunakan sebagai sarana untuk memberi kesan lembut, awan atau atmosfir yang lembut dan mampu menciptakan efek jarak, ruang, dan atmosfir.
Teknik ini juga digunakan untuk fungsi yang lain, misalnya untuk mendefinisikan bentuk dan volume sebuah obyek dengan menggunakan gradasi dari terang menuju gelap, detail, dan garis yang lembut, memberi kesan permukaan yang halus, nada pencahayaan, dan menyajikan bentuk secara keseluruhan
e. Frottage
            Ini adalah metode mendapatkan efek pola tekstur dalam gambar dengan cara menempatkan lembar kertas di atas permukaan yang memiliki tekstur seperti kayu, batu keras, dengan menggunakan pensil yang lunak, charcoal, atau pastel sehingga efek tekstur didapatkan pada kertas.
f. Teknik Tiupan
            Caranya adalah dengan mengaduk cat warna yang diiinginkan di dalam tube dengan diberi air yang secukupnya sehingga adukan cat menjadi agak encer. Setelah itu, cat yang encer diambil dengan kuas atau menggunakan pipet untuk dtempatkan pada kertas dalam jumlah yang agak banyak. Setelah itu gumpalan cat yang cair dalam jumlah cukup banyak tersebut ditiup dengan arah yang bervariatif. Ada yang ditiup agak keras dan pelan-pelan serta ditiup dengan tempo yang pendek maupun panjang.
            Hasilnya sungguh sangat atratktif. Kesan berkarya seni rupa menjadi sangat menyenangkan anak-anak. Tanpa sadar anak-anak telah menghasilkan sebuah karya seni abstrak yang sangat menarik dan indah.
g. Teknik Lukisan Jari
            Teknik ini juga sangat disukai oleh anak-anak karena sifatnya yang sangat mirip sekali dengan bermain ular-ularan. Dengan cara menempatkan cat yang masih basah yang telah dicampur dengan bahan alat makanan sehingga tidak mudah

DAFTAR PUSTAKA
   Bastomi, Suwaji. 2003. Kritik Seni. Bahan Ajar. Semarang: Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Sunaryo, A. 2010. “Bahan Ajar Seni Rupa”. Buku Ajar. Semarang: UNNES
Sunaryo, Aryo. 2009. Bahan Ajar Seni Rupa 1. Semarang: Universitas Negeri Semarang.   

Sifat , Tipologi , Periodesasi , Ungkapan dan Perspektif Karya Seni Rupa Anak



  
KAJIAN SENI RUPA ANAK
Sifat , Tipologi , Periodesasi , Ungkapan dan
Perspektif Karya Seni Rupa Anak

Dosen pengampu :
Drs Petrus C. Ismiyanto, MPd.
NIP. 195312021986011001

Disususn oleh :
Dwi Endah Ciswiyati
2401414054
Jurusan Seni Rupa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
2017
2.1. SIFAT KARYA SENI RUPA ANAK
     Menurut Catur (2012:2) Seni memiliki sifat dasar kreatif, individual, perasaan, abadi, dan universal.
1. Pengertian kreatif adalah kemampuan seseorang untuk mengubah sesuatu yang ada menjadi baru dan orisinil.
2. Sifat individual adalah bahwa suatu karya seni memiliki ciri perseorangan dari penciptanya
3.  Seni memiliki sifat perasaan, pengertiannya dalam membuat karya seni selalu melibatkan emosi dan jiwa. Oleh sebab itu, untuk dapat menikmati sebuah karya harus menggunakan kepekaan perasaan yang paling dalam
4. Seni memiliki sifat abadi atau keabadian. Sesungguhnya semua pembuatan manusia memiliki sifat demikian, yaitu perbuatan baik atau tercela yang sudah dilakukan tidak dapat dibatalkan. Seseorang yang telah berjasa kepada kita, sosoknya akan selalu melekat sampai akhir hayat, walau pun mungkin bendanya sudah hilang ditelan masa.
5. Seni bersifat universal, artinya seni tidak mengenal batasan waktu, bangsa, bahasa, dll.
Menurut Suwaji Bastomi (2014:5) gambar anak-anak memiliki sifat instingtif, naïve, narrative, dan pribadi. Ingstingtif merupakan suatu daya dorongan anak untuk bergerak dan berbuat secara reflek sesuai batin atau perasaan anak saat itu. Naïve berarti sifat gambar anak yang murni , polos sehingga gambar anak sering ber ubah-ubah , tidak menentu sesuai perubahan batinya dan loncatan fantasinya. Narative merupakan sifat gambar anak –anak yang bagian satuu dengan bagian lainya saling berhubungan satu sama lain dan merupakan suatu rangkaian cerita. Pribadi adalah sifat gambar anak-anak tidak bermaksud untuk dinikmati orang lain , melainkan ingin memusi dirinya sendiri.
Secara khusus, berikut ini disarikan berdasarkan pendapat Soesatyo (1994: 32 –33) bahwa sifat lukisan (gambar) anak-anak sebagai berikut:
(a) Ideographisme
Lukisan anak merupakan ekspresi berdasar pengertian dan logika anak, contoh: anak melukis muka manusia dari samping, meskipun dalam kenyataan penglihatan, matanya nampak sebuah saja, tetapi berdasarkan pengertian anak bahwa manusia itu bermata dua, maka dilukislah kedua mata itu disamping.
(b) Steorotif atau otomatisme.
Ciri gambar anak yang kedua adalah ditemukannya gejala umum penggambaran bentuk benda secara berulang-ulang dengan ukuran yang monoton. Gejala ini dinamakan stereotipe. Misalnya figure manusia yang diulang dalam bentuk yang sama meski warnanya berbeda-beda. Atau bunga-bunga yang sama diulang-ulang. Bahkan sampai pada tema yang terus diulang-ulang.
(c) Gejala finalitas
Sungguh unik bila kita cermati dan amati gambar anak, anak menggambarkan peristiwa yang mengandung unsur ruang dan waktu. Biasanya anak melukiskan manusia atau mahluk lainnya dalam gerak. Penggambaran suatu peristiwa yang sedang terjadi divisualisasikan dengan membuat objek gambar yang diulang- ulang.
Namun tidak semua bagian atau anggota badan dilukis, hanya yang perlu-perlu saja atau yang dirasakan penting dalam tema lukisan. Misalnya ibu yang sedang menyapu, dilukis hanya satu tangan saja yang memegang sapu itu, sedang tangan yang satu yang tidak berperan tidak dilukis. Atau tangan yang lebih berperan dilukis lebih besar dan lebih mendapat tekanan.
(d) Perebahan atau lipatan
Sifat ini merupakan peristiwa yang lucu namun logis buat anak-anak. Disebut juga sifat tegak lurus atau sifat rabatemen. Benda apa saja yang berdiri tegak pada suatu garis dasar akan dilukis tegak lurus pada garis dasar tersebut meskipun garis dasar itu berbelok atau miring arahnya. Akibatnya semua benda tampak rebah atau malah terjungkir.
(e) Transparan
Kebiasaan dan kecenderuangan anak menggambarkan hal-hal atau peristiwa pada ciri ke tiga ini adalah penggambaran yang tembus pandang. Sebagai contoh bila anak melihat kucing makan ikan, kemudian kita suruh anak itu untuk menggambarkan kucing, maka anak biasanya akan menggambar kucing dengan perut yang kelihatan ada ikannya.
Pada usia tertentu kita dapat menjumpai lukisan anak dengan sifat tembus pandang. Anak cenderung melukiskan semua yang ia pikirkan dn ia mengerti meskipun ada beberapa benda objek yang berada di dalam ruang atau tempat tertutup. Akibatnya adalah peristiwa tembus pandang.
Satu nilai yang dapat kita tiru dari anak-anak dengan karakterisrik gambar ini adalah kejujuran dan kepolosan jiwa anak. Tentunya hal ini berbeda dengan orang dewasa yang penuh dengan kepura-puraan.
(f) Juxtaposisi.
Sifat Pemecahan masalah ruang (kedalaman jauh dekat) dalam bidang datar, diatasi dengan dasar pemikiran praktis. Anak melukis benda atau objek yang jauh di bagian atas kertas sedang yang dekat dibagian bawah.
(g) Simetris (setangkep)
Dalam melukis suatu objek sering timbul gejala atau hasrat untuk melukis hal-hal yang asimetris menjadi asimetris. Misalnya dua pohon besar di kiri dan di kanan, dua buah gunung kembar dengan matahari di tengah, setangkai bunga dengan daun kiri dan di kanan, dan sebagainya.
(h) Proporsi (perbandingan ukuran)
Anak-anak lebih mementingkan proporsi nilai dari pada fisik. Hal-hal yang dianggap lebih penting dibuat lebih besar atau lebih jelas.
(i) Lukisan bersifat cerita (naratif)
Lukisan/gambar yang dibuat anak merupakan ungkapan perasaan atau gejolak jiwa. Jadi lukisan adalah cerita anak, bukan sekedar mencoret sebagai aktivitas motorik atau gerak anatomis saja. Maka perlu ditanggapi secara wajar dan dalam sikap menerima serta mengaharga.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Catur. 2012. Konsep Dasar Seni Rupa Sd.Surakarta:UMS Press
Bastomi, Suwaji.2014.Apresiasi Kreaif: Kumpulan Makalah Tahun Delapan uluhan .Semarang:UNNES Press
Pujianto, Beni. 2010. Studi Tentang Proses Pembelajaran Menggambar Ekspresi Pada Siswa Kelas Rendah Di Sekolah Dasar Negeri Tangkil 01 Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.SKRIPSI.MALANG.UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2.2. TIPOLOGI KARYA SENI RUPA ANAK
Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat dan dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang ia pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan. Anak dapat meniru alam, mengubah, mengurangi atau menghilangkan sebagian objek yang digambarkannya.( Alexander Aria Teja, 2013:23 )
Pengetahuan tentang tipe-tipe lukisan anak sangat diperlukan untuk mengenal dunia seni rupa mereka. Pengetahuan ini sangat diperlukan agar tidak memaksa anak untuk memilih atau mengukur keberhasilan agar anak-anak dengan satu tipe saja, dengan mengetahui bahwa setiap anak mempunyai gaya masing-masing dalam menyampaikan ungkapan perasaannya melalui lukisan yang dibuatnya.
      Menurut Garha (1980:113) penjelasan lebih lanjut tipe gambar anak adalah sebagai berikut:.
1) Visual
Pada tipe ini, anak cenderung lebih mengutamakan pengamatan mata daripadasuasana hati. Kecenderungan pengamatan anak terhadap lingkungannya lebih mengarah pada faktor objektif, dimana anak akan mengekspresikan segala sesuatu yang ada di lingkungannya ke dalam sebuah kertas, sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan apa yang ditangkap oleh indera anak, sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:260) bahwa perantara utama untuk kesan visual adalah mata. Kemampuan untuk mengamati secara visual tidak tergantung sepenuhnya pada kondisi fisik mata. Kesadaran visual yang rendah tidak selalu ditentukan oleh ketidaksempurnaan mata.
 
Indahnya Alamku, oleh Diana P. (5 tahun) Karya siswa TK Aisyiah Bustanul Athfal Bibis Wetan (Foto: Galih Rosadi Dwi Permana, 2015)
      Sebaliknya, percobaan yang sama telah membuktikan, kepekaan dalam mengamati adalah faktor utama. Kepekaan anak terhadap objek yang sedang diamatinya dipengaruhi oleh faktor rasio yang berkembang lebih baik dibandingkan dengan faktor emosinya. Lowenfeld dan Brittain (1964:261) memandang bahwa anak dengan tipe visual dipengaruhi oleh dua faktor sebagaimana pendapatnya sebagai berikut.
      Penetrasi visual berhubungan dengan dua faktor: pertama, dengan analisis karakteristik bentuk dan struktur dari objek itu sendiri; dan kedua, dengan efek perubahan bentuk-bentuk ini dan struktur yang ditentukan oleh cahaya, bayangan, warna, suasana, dan jarak. Mengamati dengan detail tidak selalu bentuk ingatan visual; itu bisa menjadi indikasi dari memori yang baik serta ketertarikan subjektif dalam rincian ini.
2) Haptik  
Pada tipe ini, gambar anak yang dihasilkan tidak berdasarkan pada pengamatan anak terhadap lingkungannya, akan tetapi anak lebih mengutamakan ungkapan perasaannya, sehingga gambar yang dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang dilihat. Gambar dengan tipe haptik ini dapat dikatakan bersifat subjektif sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1964: 261) sebagai berikut. Perantara utama untuk jenis individu yang bersifat haptic adalah sensasi otot tubuh, pengalaman kinestetik, kesan sentuhan, dan semua pengalaman yang menempatkan diri dalam nilai hubungan ke dunia luar.
      Dalam jenis haptik ini, seseorang diproyeksikan sebagai aktor sejati dalam gambar yang karakteristik aslinya adalah hasil dari sintesis tubuh, emosi, dan pemahaman intelektual dari bidang dan bentuk. Ukuran dan ruang ditentukan oleh nilai emosional mereka. Interaksi dengan lingkungannya memungkinkan anak memperoleh berbagai pengalaman baru, sensasi dengan aktivitas, dan segala kesan yang tersimpan dalam pikirannya.
           
Laut yang Indah, oleh Cyntia Windah P. (7 tahun)  Karya siswa SD Muhammadiyah 01 Ketelan Surakarta (Foto: Galih Rosadi Dwi Permana, 2015)

3) Campuran (Visual-Haptik)
      Tipe ini merupakan perpaduan antara tipe visual dengan tipe haptik, sehingga karya yang dihasilkan mengandung unsur-unsur bertipe visual dan juga haptik. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa gambar ekspresi yang dibuat oleh anak tidak hanya dikategorikan berdasarkan periodisasi saja, melainkan kecenderungan perasaan yang digunakan anak juga ikut mempengaruhi hasil karyanya.
      Tipe visual ditandai dengan kepekaan anak terhadap objek yang sedang diamatinya yang dipengaruhi oleh faktor rasio yang berkembang lebih baik dibandingkan dengan faktor emosinya. Tipe haptik ditandai dengan gambar anak yang dihasilkan tidak berdasarkan pada pengamatan anak terhadap lingkungannya, akan tetapi anak lebih mengutamakan ungkapan perasaannya. Sedangkan tipe campuran merupakan perpaduan antara tipe visual dan haptik.
Mainan Idolaku, oleh Angga R. (4 tahun) Karya siswa TK Aisyiah Bustanul Athfal Bibis Wetan (Foto: Galih Rosadi Dwi Permana, 2015)

Sedangkan menurut Hajar Parmadi dalam beberapa tipe lukisan anak dibagi menjadi berikut:
1. Haptic
      Menurut Hajar Parmadi , kata haptic diambil dari istilah komputer “the haptic interface. Which relays the sense of touch and other physical sensations in the virtual world is the least developed and perhaps the most challenging to create” (1993-2003 Microsoft Corporation). Jika selanjutnya dikatakan dengan lukisan anak, maka tipe haptic adalah jenis karya lukis anak yang lebih cenderung mengungkapkan rasa dari pada pikiran. Sehingga model bentuk tampilannya kelihatan ekspresif dan menghasilkan bentuk perasaan, barangkali bentuk dapat didefinisikan dengan objek realistic namun kadangkala maksudnya tidak jelas atau mirip dengan lukisan abstrak (bagi pandangan orang dewasa).
2. Non Haptic
      Jika tipe haptic mengandalkan rasa tahu hadir dari dorongan rasa (emotionalmotivation) maka, tipe non haptic cenderung dapat pengaruh dari intlektualmotivation. Oleh karenanya, figur-figur dan bahkan alur-alur cerita tampak jelas.Pikran anak dapat dibaca dalam lukisan lagi pula bentukpun mudah dikenal maksudnya.
3. Willing Type
      Jika diambil dari kata will yang akan atau hendak, maka istilah “willing type”merujuk maka tipe seseorang yang menghasilkan akan sesuatu. Tipe harapan (willingtype) dalam lukisan anak ditunjuk oleh tema yang diangkat dalam materi pokoklukisan (subjektif materi) berupa ungkapan harapan anak terhadap keinginan, ciri-ciriataupun yang lain seperti ramalan kejadian yang akan datang.
Daftar Pustaka
      Hajar, Pamadhi. 2004. Apresiasi Seni Rupa Anak. Bahan Penelitian Pengembangan.Modul Fikip-UT.
Garha, Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa Program Spesialisasi II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Pujianto, Beni. 2010. Studi Tentang Proses Pembelajaran Menggambar Ekspresi Pada Siswa Kelas Rendah Di Sekolah Dasar Negeri Tangkil 01 Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.SKRIPSI.MALANG.UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Alexander Aria Teja. 2013. “Studi Kasus terhadap Seni Lukis Anak pada Sanggar Lukis Warung Seni Pujasari Surakarta”. Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia.

 Galih Rosadi Dwi Permana.2016.” SENI LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL (Studi pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01 Surakarta)”. Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia.

2.3. PERIODESASI KARYA SENI RUPA ANAK
1. Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34) 3.20
      Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
Masa Mencoreng : 0 - 3 tahun
Masa bagan : 3 - 7 tahun
Masa bentuk dan garis : 7 - 9 tahun
Masa bayang-bayang : 9 - 10 tahun
Masa persfektif : 10 - 14 tahun
2. Periodisai menurut Cyrl Burt (Lowenfeld, 1975: 118-119) Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
Masa mencoreng : 2 - 3 tahun
Masa garis : 4 tahun
Masa simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun
Masa realisme deskriftif : 7 - 8 tahun
Masa realisme visual : 9 - 10 tahun
Masa represi : 10 – 14 tahun
Masa pemunculan artistic : masa adolesen
3. Periodisasi menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain.
      Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Masa mencoreng (scribbling) : 2-4 tahun
Masa Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun
Masa Bagan (schematic period) : 7-9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun
4. Periodisasi menurut Rhoda Kellog dan Scott (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34-35)         Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti.
Coretan dan corengan (Scribble and Scriblin) : 2 - 3 tahun
Rahasia bentuk (The Secrets of Shape) : 2 - 4 tahun
Seni Kontur (Art in Outline) : 2 - 4 tahun
Anak dan desain (The Child and Design) : 3 - 5 tahun
Mandala, matahari dan Radial (Mandlas, Suns, and Radials): 3 - 5 tahun
Manusia People) : 4 - 5 tahun
Mirip Gambar (AlmostPictures) : 4 – 6 tahun
Gambar (Pictures) : 5 –7 tahun
5. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Lansing (Kamaril, 1999: 2.38)
Masa coreng-moreng : 2-4 tahun
Masa/tahap figurative : 3-12 tahun
Subtahap permulaan figuratif : 3 -7 tahun
Subtahap pertengahan figuratif : 9-10 tahun
Subtahap akhir figuratif : 9-12 tahun
Tahap artistik : 12 tahun ke atas
      Periode masa perkembangan seni rupa anak menurut  Hajar Pamadi (2012: 183-194). Perkembangan dapat dikategorikan melalui periodisasi gambar pada anak melalui 5 tahapan yaitu : masa coreng-mencoreng (1-4) tahun, masa pra-bagan (preschematic) usia 4-7 tahun, masa bagan (schematic) usia 7-9 tahun, masa realisme awal ( drawing realism) usia 9-11 tahun, masa realism semu (pseudo realisme) usia 11-14 tahun.
      Sedangkan menurut Victor Lowenfel (1947-1957) meklasifikasi perkembangan atas beberapa tahap, yaitu : 
a. Tahap Coret-Coret (Scribbling) usia 2-4 tahun
Tahap ini ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam membuat goresan yang tidak terwujud. Tahap ini dibedakan menjadi tiga yaitu ; coretan tak beraturan (Disordered Scribbling), coretan terkontrol (Controlled Scribbling), dan penambahan goresan (Naming Scibbling) Pengalaman pertama dalam kegiatan menggambar bagi anak merupakan sesuatu yang sangat penting, karena bukan hanya sebagai simbol ekspresi yang pertama bagi diri anak, tetapi juga sebagai tanda awal seorang anak dalam mengekspresikan dirinya.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:93) sebagai berikut. Upaya pertama dalam menggambar bagi seorang anak dapat menjadi hal penting tidak hanya sebagai tanda ekspresi pertama bagi dirinya akan tetapi juga penting bagi orang dewasa untuk peka dan sadar yang melihat garis-garis pertama yang dibuat oleh anak dalam mengekspresikan dirinya. Mungkin ini tanda pertama dan cara dimana anak akan diterima oleh orang dewasa yang akan mempunyai kepentingan besar pada pertumbuhan anak.
Upaya menggambar bagi anak merupakan hal penting yang perlu didukung oleh orang dewasa seperti orang tua dan guru, dengan memberikan perhatian dan fasilitas kepada anak, dalam rangka mendukung pertumbuhan anak. Coretan-coretan yang dibuat anak semata-mata merupakan ungkapan ekspresinya yang belum dibarengi dengan kemampuan bentuk visual yang berkembang. Dalam perkembangannya, penggambaran garis pada anak mulai beragam dan bervariasi. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Lowenfeld dan Brittain (1964:95), mengemukakan bahwa coretan dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu coretan tak beraturan (disoredered scribbles), coretan terkendali (controlled scribbles), dan coretan bernama (named scribbles)
Gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan lebih dominan pada bentuk gambar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, dan belum dapat membuat corengan berupa lingkaran. Sedangkan dalam tahap corengan terkendali, anak mulai mampu untuk mengendalikan coretan yang dibuatnya. Hal ini tampak pada contoh gambar di atas, yang menunjukkan tampilan coretan yang lebih halus dan cenderung di ulang-ulang. Pada tahap corengan bernama, merupakan tahap akhir masa coreng moreng.
Pada masa mencoreng, apabila orang tua memfasilitasi kebutuhan anak dengan baik, maka anak akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal penting yang harus dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian atau apresiasi terhadap karya yang sedang dibuat anak, sehingga kemampuan komunikasi anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa visual akan terbentuk dengan baik
b. Tahap Prabagan (The Preschematic Stage) usia 4-7 tahun
Pada tahap ini terjadi perubahan cara menggambar yaitu; terjadi kesadaran akan kreasi bentuk dan mulai ada komunikasi dengan gambar. Ciri tahap coret-coret yang berdasarkan gerakan tangan kini berubah menjadi coretan yang terkontrol dan memiliki hubungan yang jelas dengan lingkungan karena merepresentasikan sesuatu yang pernah dilihat anak seperti orang, rumah, atau pohon.
Usia anak pada tahap ini biasanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Pada tahap ini, hal berbeda yang dapat ditemukan yaitu anak mulai menyadari akan adanya bentuk. Anak pada tahap ini mulai bisa mengendalikan coretannya, sehingga goresan yang pada mulanya tidak beraturan, pada tahap ini anak mulai mencoba menggabungkan garis menjadi sebuah bentuk.
Anak pada kisaran umur 4-7 tahun memiliki kecenderungan menggambar manusia dan objek lain dalam bentuk garis atau batang sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1981:155) bahwa sangat menarik untuk dicatat bagaimanaseorang anak bisa menata coretannya begitu pula gerakan melingkar dan gerakanmembujur sekarang mulai memiliki hubungan fungsional yang nyata. Coretan ini sudah dapat dikenali baik oleh anak maupun orang dewasa sebagai simbol seorang manusia. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa coretan yang dihasilkan olehanak pada masa ini sudah mulai bisa dikenali oleh anak dan juga orang dewasa.Objek yang biasanya digambarkan oleh anak pada masa ini adalah objek manusiayang diungkapkan dengan bentuk kepala melingkar dan bentuk kaki menjulurkebawah, sebagaimana diungkapkan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:116) bahwabiasanya simbol representasi pertama yang diungkapkan adalah wujud manusia.Bentuk manusia biasanya diungkapkan dengan bentuk melingkar untukmengungkapkan bentuk kepala, dan garis vertikal untuk mengungkapkan badan ataukaki.
Pengalaman anak ketika hujan yang digambar oleh anak umur enam tahun.
(Sumber : Muharam E. dan Warti Sundaryati, 1992, Hal. 41, Scan foto/ repro oleh Galih Rosadi Dwi Permana pada 2 September 2015)
Pada masa ini, anak belum mempedulikan hubungan warna dengan objeknya, hal ini sesuai dengan pendapat Lowenfeld dan Brittain (1964:120) yang mengemukakan bahwa selama upaya pertama dalam merepresentasikan gambar bagi anak, ketertarikan dan kekaguman anak lebih dirangsang melalui hubungan antara gambar dengan objek daripada warna dengan objek. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa hubungan antara warna dengan objek belum diperhatikan oleh anak.
c. Tahap Bagan (Schematic Stage) usia 7-9 tahun
Setalah puas dengan ekperimen membuat bentuk, akhirnya anak mulai dapat membentuk bagan lebih lengkap. Disebut bagan, jika anak membuat bentuk dengan pengulangan tanpa ada keingingan mengubah. Jika anak mengubah bentuk, itu disebabkan ada sesuatu yang sangat penting bagi mereka.
Masa bagan merupakan periode yang biasanya mulai terjadi pada anak usia kelas 3 sekolah dasar. Gambar yang diciptakan oleh anak pada masa ini cenderung mengulang bentuk (Bandi, 2010:11). Pikiran anak sudah mulai terhubung dengan obyek di lingkungan sekitarnya sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:147) bahwa ketika skema berkembang dan kita melihat dari suatu sudut pandang tertentu, anak mulai berhubungan dengan orang lain dan melihat dirinya sebagai bagian dari lingkungan. Anak mulai menyadari mengenai sebuah objek yang digambar dari informasi dan pengetahuan yang diterima, kemudian diwujudkan dalam sebuah gambar skema. Gambar skema yang dibuat anak menurut Lowenfeld dan Brittain (1964:140) dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu : skema manusia, skema ruang, dan garis dasar sebagai permukaan daratan.beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan usianya sebagai berikut.
1) Skema Manusia
Skema manusia digunakan anak untuk menjelaskan figur manusia sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1964:140) bahwa istilah skema manusia digunakan untuk mendeskripsikan konsep figur manusia sebagaimana penelitian yang telah dilakukan.
2) Skema Ruang
Pemikiran rasional anak terhadap objek gambar yang dibuatnya mulai berkembang dan mulai mengenal garis dasar sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1964:142) bahwa kesadaran bahwa anak adalah bagian dari lingkungannya dinyatakan dengan simbol yang disebut garis dasar.
3) Garis Dasar Sebagai Permukaan Daratan
Anak dalam tahap ini mengekspresikan gambar yang dibuatnya melalui simbol garis dasar sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1964:149) bahwa garis dasar suatu waktu digunakan untuk melambangkan sesuatu yang berdiri, dan di lain waktu digunakan untuk melambangkan suatu permukaan.
Secara umum, garis dasar digunakan oleh anak untuk mempresentasikan atau mengungkapkan suatu ruang atau permukaan, anak memiliki sisi emosi masingmasing yang bersifat subjektif, sehingga gambar yang dihasilkan cenderung berbeda, sebagaimana diungkapkan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:151) bahwa meskipun garis dasar adalah cara yang paling umum digunakan oleh anak-anak untuk merepresentasikan ruang dalam gambar dan lukisan mereka, kadang-kadang pengalaman emosional memaksa anak untuk menyimpang dari jenis skema. Kita menyebutnya dengan istilah representasi subjektif.

d. Tahap Berkelompok (The Gang Age) 9-12 tahun
Salah satu ciri yang menonjul pada periode ini adalah anak menyadari bahwa mereka anggota masyarakat. Anggota dari kumpulan teman-temannya. Pada masa ini anak mulai dapat bekerja sama dengan anak lainnya dan orang dewasa. Dalam kelompoknya mereka dapat saling bercerita tentang pengalaman, rahasia, dan kesenangan dalam berkerja sama. Kelompok
biasanya didasarkan pada jenis kelamin yang sama anak perempuan mulai tertarik pada pakaian yang bagus, dan anak laki-laki mulai senang membuat mainannya sendiri dan mereka suka pergi dengan kelompoknya. Ciri gambar pada anak usia ini, sudah membedakan jenis kelamin secara jelas.
Perkembangan pada masa ini lebih dibedakan atas kelompok yang dianggap anak memiliki kesamaan dalam kesukaan dan kelompok bermain. Hal ini dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:182) bahwa pada masa ini anak mulai menunjukkan kemampuannya untuk bekerja dalam kelompok dan bekerja sama di kehidupan dewasa. Kesadaran visual yang mulai berkembang membuat anak tidak lagi menggunakan atau mengungkapkan ekspresinya secara berlebihan.
Warna yang digunakan anak pada obyek juga sudah menunjukkan pemahaman yang baik sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 188) bahwa sejak anak mulai mengembangkan kesadaran visual yang lebih besar, ia tidak lagi menggunakan ekspresinya secara berlebihan. Meskipun pada usia sembilan tahun kebanyakan anak masih membesar-besarkan ukuran sosok manusia, penelitian telah menunjukkan bahwa kecenderungan ini akan menghilang selama tahap perkembangan. Pemahaman anak yang telah berkembang lebih baik mendorongnya untuk memahami sebuah objek secara naturalistik, sehingga objek yang digambar lebih menggambarkan kesan alami.

e. Tahap Naturalisme Semu (The Pseudo Naturalistic Stage) 12 -14 tahun
Pada periode ini anak mengalami masa transisi dari masa anak ke masa remaja. Usia ini sering disebut masa pubertas. Masa anak sering terombang-ambing jiwanya. Anak mulai kehilangan kemampuan spontanitas dalam membuat gambar, karena mulai menggunakan penalarannya. Perubahan dari ketidaksadaran menuju kekesadaran. Oleh sebab itu anak menjadi lebih kritis dan menyadari dirinya sendiri. Mereka mulai mampu membuat bentuk secara proposional dan detail dari benda yang digambar.
Pada masa naturalisme semu, anak mulai merasa bahwa dirinya bukan lagi seorang anak kecil, akan tetpai juga belum yakin bahwa dirinya sudah dewasa, sehingga anak pada usia ini terkesan mulai berpikir kritis. Lowenfeld dan Brittain (1964:215) mengemukakan penjelasannya sebagai berikut. Ini adalah usia ketika emosi dan perasaan yang kuat mulai diungkapkan , ketikakata dewasa tidak lagi diterima secara patuh , ketika ia mulai menemukan bahwadia bukan seorang anak, tapi juga sangat yakin dia tidak dewasa. Peran seni dalamtahap perkembangan harus bias memberikan dukungan kepada individualitasnya ,untuk menjadikannya diterima secara sosial mengendalikan emosi dan ketegangan, dan untuk memudahkan transisi dari ekspresi anak dengan jenis ekspresi diharapkan dari orang dewasa
Representasi visual anak mulai berkembang dengan intelegensi dan rasio yang baik. Anak pada masa ini mulai memahami dengan baik mengenai keadaan lingkungannya, sebagaimana diungkapkan oleh Lowenfeld dan Brittain (1964:226) bahwa dengan meningkatnya kesadaran bentuk dan pola dalam lingkungan, kesadaran terhadap desain menjadi semakin penting. Pada masa ini muncul gejala kecenderungan tipe gambar anak, yaitu haptic dan visual, dan tema kartun merupakan objek gambar yang sering dibuat anak pasa masa ini.
Hal ini sejalandengan pendapat Lowenfeld (dalam Bandi, 2010:15) yang mengemukakan sebagai berikut. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam pertumbuhannya, anak mengalami berbagai tahap yang sesuai dengan perkembangan usianya. Mulai dari mencoret-coret sampai dengan kepekaan visual anak terhadap objek yang digambar. Perkembangan anak yang begitu unik dan ekspresif harus menjadi perhatian bagi para orang tua dan guru selaku pembimbing dan pemberi arahan. Anak yang penuh rasa ingin tahu akan mengeksplorasi ekspresi kreatif yang dimilikinya berkaitan dengan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini menjadi aspek yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran seni dan kreativitas agar anak dapat menjalani perkembangannya dengan optimal.

f. Tahap Seni Dewasa (Adolescent Art) 14-17 tahun  
      Pada masa ini karya seni merupakan hasil dari upaya kesadaran. Belajar seni pada periode ini merupakan suatu tujuan yaitu untuk mengusai keterampilan. Bagi remaja usia ini seni bukan lagi merupakan bagian dari kehidupannya, bukan lagi merupakan kebutuhannya. Mereka memangdang seni sebagai suatu yang dapat dipelajari untuk tujuan tertentu, seperti kesenangan atau profesi.
      Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan
Contoh karya anak 17 Tahun

Selain itu secara umum Lansing (1976)  dalam Prihadi Bambang dan Retno (2010) membedakan gambar anak menjadi dua tahap yaitu tahap coreng-moreng (umur 2 – 4 tahun) dan tahap figuratif (umur 3 – 7 tahun). Berikut khususnya akan diuraikan tahap figuratif, yang merupakan tahap perkembangan gambar anak pada usia prasekolah hingga sekolah menengah pertama .
Lansing (1976: 147-178) membagi tahap figuratif menjadi tiga subtahap: (1) subtahap figurative awal (umur tiga sampai tujuh tahun), (2) subtahap figuratif tengah (umur empat sampai enam tahun), dan (3) subtahap figuratif akhir (umur tujuh sampai dua belas tahun) yang dapat diuraikan sebagai berikut. 
A. Gambar Anak pada Tahap Figuratif (3-12 Tahun)
Perkembangan gambar anak menunjukkan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Berbagai hasil penelitian terhadap gambar anak-anak menunjukkan adanya kesesuaian mengenai urutan dan wujud simbol visual perkembangan gambar anak, namun tidak terdapat kesesuaian dari segi jumlah tahap perkembangan dan faktor-faktor penyebabnya. Sir Cyril Burt menemukan adanya tujuh tahap perkembangan, di antaranya adalah tahap represi, Viktor Lowenfeld menemukan enam tahap perkembangan, karena menurutnya tahap represi sulit diprediksi. Ketidaksesuaian dari jumlah tahapan tersebut disebabkan oleh perkembangan gambar anak bersifat gradual, halus, dan kontinyu. Ada peneliti yang menganggap suatu susunan pada gambar anak sebagai karakteristik tahap perkembangan tertentu, tetapi peneliti lain hanya menganggapnya sebagai fase transisi (Lansing, 1976: 138-139).
B. Subtahap Figuratif Awal
Subtahap figuratif awal berlansung sejak anak umur tiga sampai enam tahun, yaitu anak di play group, taman kanak-kanak, kelas satu SD, dan kadang-kadang juga di kelas dua SD. Pada tahap perkembangan simbolik ini gambar anak menunjukkan hubungan dengan kenyataan atau bersifat naturalistik. Pada umumnya anak pertama kali menggambarkan figur manusia. Peralihan dari tahap coreng-moreng ke subtahap figuratif awal ini berkembang hampir tidak tampak, karena penggambaran figur manusia didasarkan pada kombinasi dari bentuk coreng-moreng. Ketika pertama kali berusaha menggambarkan manusia, anak membuat lingkaran sebagai kepala atau badan dan garis-garis lengkung sebagai kaki dan rambut. Anak mungkin memahami bahwa terdapat bagian-bagian tubuh manusia yang lain, tetapi ia belum mampu menggambarkannya. Jadi, gambar anak merupakan petunjuk kematangan intelektualnya sampai umur sepuluh tahun.
C. Subtahap Figuratif Tengah
Subtahap figuratif tengah terutama dijumpai pada peserta didik taman kanak-kanan dan di kelas satu, tiga, dan empat SD. Pada tahap perkembangan ini simbol visual yang dibuat anak terus bertambah rumit dan cenderung mengarah pada ketelitian. Perubahan gambar anak yang paling penting dari subtahap sebelumnya tampak pada susunan simbol-simbol, yaitu bahwa hubungan penempatan satu objek dengan objek lain sekarang tampak jelas disengaja dan bermakna. Benda-benda sekarang tampak berdiri pada garis yang menggambarkan tanah yang disebut sebagai garis dasar (base line) dan merupakan ciri pokok gambar anak tahap figuratif tengah. Garis dasar ini dapat berupa garis yang digambar anak atau garis tepi kertas gambar. Jadi, jelas bahwa gambar anak sekarang telah menunjukkan orientasi bawah dan atas, sehingga objek yang terletak di bagian atas bidang gambar mengarah ke langit dan sebaliknya, objek yang terletak di bagian bawah bidang gambar mengarah ke tanah.
D. Subtahap Figuratif Akhir
Gambar anak pada subtahap figuratif akhir mungkin dimulai pada anak kelas tiga, tetapi kebanyakan ditemukan pada anak kelas lima hingga kelas tujuh, dan tidak terdapat lagi pada anak di atas kelas tujuh. Setelah umur sebelas tahun anak biasanya tidak lagi aktif menggambar. Pada umumnya gambar anak berhenti pada subtahap figuratif akhir. Jika anak terus aktif menggambar, gambarnya akan terus berkembang.
Ciri paling penting yang membedakan subtahap figuratif tengah dan subtahap figuratif akhir adalah munculnya perspektif sebagai pengganti garis dasar. Anak tidak lagi menggambarkan objek pada garis dasar, melainkan di atas bidang yang tampak meluas ke belakang, mengesankan ruang, sehingga lebih dekat dengan kenyataan. Anak juga membedakan objek yang berada di tempat yang dekat dan yang jauh, yaitu dengan memperbesar ukuran objek. Selain itu, anak tidak lagi menunjukkan gambar secara tembus pandang (gambar sinar-x).
Daftar Pustaka
Budi, Catur. 2012. Konsep Dasar Seni Rupa Sd.Surakarta:UMS Press
Bastomi, Suwadji. 2014. Apresiasi Kreatif. Semarang: UNNES Press
Lowenfeld, V. and Brittain, W. L. 1964. Creative and Mental Growth (Fourth ed.).New York: Macmillan Publishing Co., Inc
Sobandi, Bandi. 2010. Mengenal Perkembangan Seni Rupa Anak-Anak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi
Prihadi,Bambang dan Retnowati.2010.PEMBELAJARAN SENI RUPA . Yogyakarta:KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

2.4. UNGKAPAN DAN PERSPEKTIFKARYA SENI RUPA ANAK
2.4.1. Ungkapan Karya Seni Rupa Anak
Gambar anak – anak juga dapat dikenali berdasarkan bentuk ungkapan gambar anak  didasarkan pada cara anak mengungkapkan gambar yang dibuat pada sebuah bidang Seperti yang dikemukakan (Garha,1980:130) bentuk ungkapan gambar anak anak dibagi menjadi:
a) Dimensi
Dimensi merupakan cara menggambar yang dilakukan oleh anak melalui penggambaran objek yang berbeda-beda ukurannya pada sebuah bidang gambar. Pembesaran atau pengecilan yang terjadi pada gambar yang dimaksud oleh anak untuk lebih menonjolkan suatu tokoh yang dianggap penting dari pada yang lainnya. Terkadang untuk menonjolkan gambar yang dibuat, anak hanya membuat sebuah gambar dalam satu bidang gambar. Suatu karya anak dianggap memiliki ungkapan dimensi jika dalam satu bidang gambar menampilkan sebuah atau beberapa objekyang berbeda dalam satu bidang gambar.
Gambar Karya Putra Eka Febrianto
b) Stereotipe (perulangan)
Istilah stereotipe dalam bahasa Indonesia berarti pengulangan. Pengulangan yang dimaksud adalah dengan cara mengulang suatu objek menjadi beberapa bagian, sehingga dalam satu bidang gambar terdapat beberapa bentuk gambar yang sama.
Gejala ini muncul dalam bentuk berbeda-beda secara bertahap, yaitu:
1) Pengulangan Total: bentuk perulangan ini merupakan perulangan yang menyeluruh, yang berarti setiap anak membuat gambar, gambar yang dihasilkan akan sama dan tidak bervariasi.
2) Pengulangan objek: bentuk perulangan ini meliputi seluruh gambar, terjadi jika anak membuat atau menggambarkan objek yang berjumlah banyak pada sebuah bidang gambar, misalnya sekumpulan orang-orang atau pohon-pohon.
3) Pengulangan unsur: pada perulangan ini, anak membuat suatu bentuk dan mengulang bentuk tersebut dalam berbagai keadaan atau bentuk-bentuk yang baru. Misalnya penggambaran matahari yang berwajah orang, dan pohon yang berwajah orang pula.
Gambar Karya Erika Maulinda
c) Ideoplastis
Bentuk ungkapan Ideoplastis merupakan ungkapan gambar yang menunjukkan kesan tembus pandang suatu objek pada sebuah bidang gambar. Anak pada gaya Ideoplastis adalah anak yang ingin menggambarkan hal yang diingatnya, bukan hal yang dilihatnya. Pada bentuk ungkapan ini, anak juga cenderung ingin menampilkan gambar yang seharusnya tidak terlihat pada objek aslinya atau tertutup.
Idioplastis, objek yang digambar tampak tembus pandang
d) Penumpukan
Ungkapan gambar yang demikian merupakan cara anak untuk memperoleh kesan ruang dalam sebuah bidang gambar. Objek yang ditampilkan berupa gambar-gambar yang saling menumpuk. Objek yang letaknya lebih dekat, digambarkan di bagian bawah bidang gambar, dan semakin jauh letak suatu objek, penggambarannya akan semakin ke sisi atas bidang gambar. Sumanto (2006:34) mengemukakan bahwa penumpukan ditandai dengan kesan ruang dengan ciri objek yang dekat digambar di bagian bawah bidang gambar, dan objek yang letaknya semakin jauh diletakkan di bagian atas bidang gambar.
Gambar Karya Ardinda Marsha Santosa
e) Perebahan
Bentuk ungkapan perebahan digunakan untuk memperoleh kesan ruang dalam gambar anak. Bentuk gambar ini dibuat, seakan-akan anak berada menempatkan diri di tengah-tengah sebuah gambar. Kesan ruang dapat dicapai dengan cara merebahkan objek benda yang digambar. Sumanto (2006:33) mengemukakan bahwa perebahan ditandai dengan kesan ruang yang diperoleh dengan jalan merebahkan ke dalam/ke luar suatu benda atau objek yang digambarkan.
Gambar Karya Aditya Nur Pratama
f) Tutup menutup
Bentuk ungkapan tutup-menutup merupakan salah satu cara anak dalam mengungkapkan kesan ruang. Pada bentuk ungkapan ini, anak tidak menggunakan ingatannya untuk mengungkapkan sebuah gambar, akan tetapi menggunakan pengamatan visualnya terhadap suatu objek. Gambar yang dihasilkan telah menunjukkan perkembangan kognitif yang maju.
Sumanto (2006:35) mengemukakan bahwa tutup menutup merupakan kesan ruang dimana antara objek yang satu dengan objek lainnya ditampilkan saling tertutup. Ditambahkan pula bahwa hal ini menunjukkan bahwa objek yang tertutup berada di tempat yang lebih jauh, namun dilihat dari ukurannya belum digambar semakin kecil seperti yang dilakukan dalam menggambar perspektif.
Gambar Karya Haura Ananta Dewi
g) Perspektif Burung
Bentuk ungkapan ini merupakan bentuk ungkapan gambar yang sudut pandangnya menempatkan diri di atas objek gambar, sehingga dengan cara ini anak dapat memperoleh kesan ruang. Dalam bentuk ungkapan ini, anak melihat objek gambar seolah-olah berada pada suatu ketinggian tertentu, sehingga gambar yang dihasilkan tampak terlihat dari suatu ketinggian.
Gambar Karya Yayank Aldillah
h) Pengecilan
Pada bentuk ungkapan ini, anak sudah dapat memunculkan kesan perspektif, sehingga gambar yang dihasilkan mengarah ke objek aslinya. Sumanto (2006:35) mengemukakan bahwa pengecilan merupakan kesan ruang gambar yang dibuat berdasarkan ketentuan atau hukum perspektif, dimana objek yang dekat digambarkan besar dan jelas, sedangkan objek yang semakin jauh digambar semakin kecil dan tidak jelas.
Gambar Karya Nabila Banal Firdaus
Dalam In Education Through Art, Read (1958: 140) mengklasifikasikan gambar anak-anak menjadi 12, yaitu:
(a) Organic                
Berkaitan serta bersimpati dengan objek-objek nyata, anak-anak lebih suka objek dalam kelompok daripada yang sendiri. Tipe ini juga mengenal proporsi yang wajar dan hubungan organis yang wajar pula, misalnya pohon yang menjulang di atas tanah, gambar manusia dan hewan bergerak sesuai dengan bentuk aslinya.
(b) Lyrical
Penggambaran objek bersifat realistis, tetapi tidak bergerak seperti organic. Objek yang digambarkan statis dengan warna-warna yang tidak mencolok. Biasanya digambarkan oleh anak perempuan.
(c) Impresionist
Lebih mementingkan detail/kesan suasana yang digambarkan daripada konsep keseluruhan.
(d) Rhytmical Pattern
Gambar memperlihatkan benda-benda yang dilihat, Contohnya gambar anak yang melempar bola, kemudian mengulang gambar tersebut sampai bidang gambar terisi seluruhnya. Sifatnya bisa organis atau lyris.
(e) Structur Form
Tipe ini jarang ditemui pada gambar anak. Objeknya mengikuti rumus ilmu bangunan yang diperkecil menjadi satu rumusan geometris dimana rumus yang aslinya diambil dari pengamatan.
(f) Shematic
Penggambar menggunakan rumus ilmu bangunan tanpa ada hubungan
yang jelas dengan susunan organis. Skema dari objek semula disempurnakan menjadi satu disain yang ada hubungan dengan objek secara simbolis.
(g) Haptic
Gambar yang dibuat mewakili image-image hasil rabaan dan sensasi fisik dari dalam. Gambar-gambar yang dibuat didak berdasarkan pengamatan visual suatu objek, tapi bukan skematik.
(h) Expresionist
Berhubungan dengan dunia dalam dirinya. Tidak hanya mengekspresikan sensasi egosentrik tetapi juga objek dunia dari luar seperti hutan, gerombolan orang, dan lain-lain.
(i) Enumeratif
Penggambar pada tipe ini dikuasai oleh objek dan tidak dapat menghubungkan dengan sensasi keutuhan sehingga semua bagian-bagian kecil yang dapat dilihatnya pada bidang gambar tanpa ada yang dilebih-lebihkan Persepsi gambar bukan merupakan persepsi seniman melainkan persepsi arsitek.
(j) Decorative
Menampilkan bentuk-bentuk dua dimensi dengan pola-pola warna-warni dan mengusahakannya menjadi pola yang menggembirakan. Bentuk-bentuk narural diekspresikan sehingga timbul perasaan senang, melankolis, dan sebagainya. Dengan demikian anak yang menggambar menghasilkan gambar dan memanfaatkan warna untuk menghasilkan pola-pola yang riang. 
(k) Romantic
Pada tipe ini tema diambil dari kehidupan yang dipertajam dengan fantasi. Gambar merupakan gabungan antara ingatan dengan image eidetic sehingga menyangkut sesuatu yang baru.
(l) Literary
Tema yang ditampilkan semata-mata khayal yang berasal dari raasa yang disarankan gurunya atau imajinasi sendiri. Tema ini merupakan gabungan antara ingatan dan imajinasi untuk disampaikan kepada orang lain.
Daftar Pustaka
Sumanto. 2006. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Direktorat Ketenagaan.
Read, Hertbert. 1958.Education Through Art.London:Faber and Faber
Garha, Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa ProgramSpesialisasi II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Galih Rosadi Dwi Permana.2016.” SENI LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL (Studi pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01 Surakarta)”. Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia

2.4.2. Perspektif Karya Seni Rupa Anak
Menurut Bastomi (2014:20) menurut penglihatannya anak tidak mengenal ruang dengan kata lain tidak dapat membedakan benda yang dekat dan yang jauh. Menurut pengertian anak apapun yang menjadi perhatian semua yang dianggap dekat naka dianggap penting.
Menurut Hajar Parmadi Konsep keruangan yang ada pada gambar anak menjadi berbeda dengankarya orang tua, ruang dinyatakan dalam bentuk simbol suasana, dan yanglain berbentuk simbol perspektif, seperti semakin jauh objek mengecil, danperbedaan warna karena objek semakin mengabur. Gaya ini akan berangsurberalih menjadi realistik (nyata) ketika anak telah dapat memisahkan pikirandan rasa.
Selain itu menurut Bastomi (2014:20-21) kesan ruang tidak tampak pada gambar anak-anak sebab anak-anak dalam menggambar tidak mengenal ruang. Dengan demikian anak tidak mengenal perspektif. Anak mulai mengenal perspeektif dan ruang setelah memasuki masa rasional.
Perspektif gambar seni rupa anak merupakan sesuatu hal yang istimewa dan membedakan dengan lainnya:
1. Dapat Menciptakan Gambar Aneka Tampak.
Kelebihan gambar anak-anak dapat menampilkan objek dari berbagai arah dalam satu gambar, sehingga objek tampak dari berbagai arah.
 Misalkananak menggambar: Cara menyusun komposisi obyek gambar biasanya berlapis-lapis, berurutan dari atas bidang gambar, ke tengah dan ke paling bawah. Objek gambar disusun berlapis atas bersap (bertumpang tindih). Sehingga membentuk lapisan latar. Objek gambar yang paling jauh diletakan di atas bidang gambar, objek yang dekat di bawahnya (gambar tampak bertumpuk).
2. Membuat Komposisi Rebahan.
Kelebihan yang lain dari gambar anak-anak adalah membuat komposisi objek yang digambar berkeliling dan direbahkan ke arah menjauh dari tengah-tengah bidang gambar. Jadi seakan-akan anak yang menggambar berada di tengah-tengah objek (poros).
3. Cara Menggambar Objek Tembus Pandang (X-Ray) Atau Transparansi
Salah satu ciri khas lukisan anak (tidak mesti ada pada setiap anak) adalah gambar tembus pandang atau sering disebut transparansi (X-ray). Ciri tembus pandang ini merupakan hal yang wajar, seiring dengan perkembangan usia mental anak, yaitu perkembangan pikiran dan perasaannya. Lukisan anak merupakan lukisan pikiran. Ketika inspirasi datang pada anak untuk melukis, semua bayangan masa lalu yang tersimpan akan diungkapkan olehnya.
Anak menggambar tidak dihalangi oleh pemikiran dan pandangan visual mata biasa, tetapi dengan mata hati. Misalkan digambarkan seorang ibu yang sedang hamil, anak-anak menggambarkan bayi yang belum lahir tampak berada di dalam perut sang ibu, tembus pandang.
4.  Bertumpu Pada Garis Dasar
Sebagian anak masih mempunyai cara pandang spasial, artinya suatu objek hanya dipandang melalui satu sisi, walaupun seluruhnya juga akan ditampilkan. Logika anak mulai berjalan dengan memberi tanda setiap objek berdiri, sebagai contohnya: pohon kelapa berdiri di atas tanah, meja yang ditempatkan pada sudut ruangan juga berdiri di lantai rumah, demikian pula orang juga berdiri. Semuanya dipersepsikan berdiri. Konsep berdiri ini sakhirnya muncul pada gambar anak.
5. Tipe Susunan Bebas
Gambar ini terdiri atas unsur garis dan beberapa batang tanaman hias, botol, kupu-kupu dan gundukan tanah serta orang yang sedang membawa benda. Semua objek ditampilkan dan belum mempunyai ceritayang jelas. Susunan ini dapat dikatakan sebagai susunan anorganik yaitu susunan yang diletakkan pada bidang gambar tanpa mengenal urutan ceritanya. Anak menempelkan daun kering sebagai tanda komposisi langit yang terpisah dengan rumah. Namun jalan cerita berhubungan dengan kupukupu yang kemungkinan sedang mencari bunga di antara susunan daun. Kupu-kupu tersebut terbang di atas rumah namun karena pusatperhatian pada daun akhirnya rumah, dibuat lebih kecil daripada daun dan pot bunga. Keberanian anak menampilkan hal seperti ini biasanya tidak diperhatikan oleh orang tua dan pendidiknya. Lukisan ini dianggap tidak konsisten dengan ukuran serta pewarnaannya
Menurut Lowenfeld (1982:211) Anak belum memikirkan bagaimana seharusnya menggambarkan ruang(bidang). Belum ada konsep ruang/bidang yang berpusat pada dirinya sehingga benda-benda digambarkan dimana saja,misalnya pada kertas bagian atas,bawah, maupun samping kanan atau kiri. Konsep ruang tak lain adalah apa yang ada di sekitar dirinya, menjadikan tidak logisnya antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.
Daftar pustaka
Garha, Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa ProgramSpesialisasi II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Sumanto. 2006. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Direktorat Ketenagaan.
  Hajar, Pamadhi. 2004. Apresiasi Seni Rupa Anak. Bahan Penelitian Pengembangan.Modul Fikip-UT
Red,Herbert. 1958. In Education Through Art. London:Faber and Faber
Galih Rosadi Dwi Permana.2016.” SENI LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL (Studi pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01 Surakarta)”. Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia


PUISI SEUTUHNYA

Seutuhnya Terlahir dengan ego Kemudi menuju harapan Penuh kesengsaraan nestapa Hanya, hanya dan hanya untuk dirimu sendiri ...