Nama : Dwi Endah Ciswiyati
NIM : 2401414054
Rombel
: 507
Estetika (aesthetics), sesuai dengan
makna etimologisnya, ialah pengetahuan tentang obyek-obyek penikmatan indera.
Karya manusia yang dimaksudkan sebagai obyek penikmatan indera adalah karya seni.
Sebagai cabang ilmu dan falsafah, estetika sering disamakan dengan teori seni,
kritik seni dan falsafah keindahan. Tidak jarang juga disebut teori keindahan.
Sebagai kritik seni yang dikaji dalam estetika ialah kriteria yang dapat
dijadikan dasar penilaian terhadap karya seni. Dalam menetapkan kriteria itu
juga diperhatikan wawasan atau pandangan estetik yang mendasari sebuah hasil
ciptaan . Apabila yang dibicarakan sebuah karya yang berhubungan dengan bentuk
spiritualitas dan agama tertentu, mestilah dijelaskan sejauh mana pemahaman dan
penghayatan si pencipta terhadap bentuk spiritualitas dan agama tersebut, atau
gagasan serta pengalaman religius apa yang disajikan dalam karyanya.
Islam,
seni dan estetika sangat erat hubungannya. Sifat dinamik ajaran Islam
memperbolehkan umatnya menghayati keindahan dalam pelbagai bidang tidak hanya
seni saja. Seni Islam yang banyak mengandung unsur sakral meletakkan nilai
estetika Islam sebagai estetika suci yang dekat hubungannya dengan sifat-sifat
Allah. Sedangkan Seni yang telah dirancang oleh filsuf barat, seni profan, jauh
dari spirit wahyu bahkan lepas sama sekali dari kaca mata keagamaan dan tentu
saja mengandung sekulerastik akut. Seni dalam Islam lebih menonjolkan nilai
suci (sakral)yang bisa dilihat nilai estetiknya. Nilai estetik Islam sendiri
lebih menonjolkan satu-kesatuan bentuk yang berulang-ulang sehingga tercipta
sesuatu yang harmonis dan seimbang. Keteraturan itu menggambarkan seni sebagai
pengantar jiwa manusia ke Tuhan, ke Allah.
“Oliver Leaman adalah seorang
sarjana filsafat kaliber internasional yang sangat terkenal… Pengetahuan
filsafatnya yang mendalam memungkinkannya untuk menerapkan dan menganalisis
konsep-konsep estetika terhadap banyak bentuk seni.”
(Ian R. Netton, Univesity of Leeds)
Dalam buku Estetika Islam oleh Oliver
Leaman menyebutkan tiga argumen kuat yang menentang
penggunaan seni dalam budaya Islam yaitu, penggambaran visual yang kreatif
berakibat pada dikuasainya akal pikiran, pemusatan pada gambaran yang
menghambat pemahaman hakikat segala sesuatu, dan yang terakhir yaitu bahwa nabi
mencela segala bentuk pemberhalaan. Hal tersebut menjelaskan bahwa seni dan
estetika Islam sangat menghargai dan memikirkan tentang hubungan kreatifitas
otak manusia dengan moralitas untuk menghasilkan karya yang indah, suci dan
bisa dihargai sebagai karya seni yang sebenarnya.
Abdullah Bin Umar menyatakan bahwa
Rasulullah pernah bersabda: “Sungguh, orang-orang yang membuat gambar-gambar
ini akan disiksa di hari kiamat, dikatakan pada para pembuatnya: hidupkanlah
ciptaanmu” (Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan
hadist-hadist itulah estetika islam dibatasi, dengan tidak diperkenankan
menciptakan gambar, lukisan atau patung dan yang berbau makhluk hidup. Meskipun
demikian pada kontek estetik dalam arti yang luas, Nabi Muhammad pernah
bersabda; bahwa sungguh Allah telah mengharuskan keindahan dalam segala hal
(Muslim), dan Allah itu indah dan gemar keindahan (Muslim dan Tarmidzi dalam
Agus 1989). Kedua hadist tersebut apabila kita simak, sebenarnya merupakan
jawaban atas estetika Islam yang tertuang dalam karya seni.
Secara hukum
islam, seni atau kesenian itu mubah (jaiz= boleh). Namun dari mubah ini dapat
bergeser menjadi makruh atau lainnya. Pergeseran itu tergantung dari niat dan
bentuk ungkapan seni itu sendiri, serta nilai manfaat bagi umat. Karya seni
(yang dapat bersyarat estetis) harus merupakan ibadah (karya ibadah). Para
seniman tidaklah berdosa apabila niatnya adalah untuk mengungkapkan estetik.
Yang berdosa adalah jika seniman mencoba menandingi ciptaan Allah atau membuat
karya untuk disembah. Namun demikian karena penafsiran hadist selalu berbeda
dan kesahihan hadist juga tidak sama, maka banyak seniman Muslim masih
menghindari ungkapan estetik yang dianggap tidak sejalan dengan hadist-hadist
tersebut
Beberapa
hal yang menyangkut tentang gambaran dunia yang disajikan Al Quran dan
pengaruhnya terhadap estetika, khususnya karya sastra, musik dan seni rupa
salah satunya menjelaskan bahwa dalam Al Quran dinyatakan alam semesta, juga
pribadi manusia, di mana ayat-ayat-Nya terbentang, diumpamakan sebagai kitab
agung atau sebuah karya sestra yang ditulis oleh Sang Pencipta dengan
kalam-Nya di atas lembaran terpelihara.
Berdasarkan
pandangan tersebut, para sufi memberikan pendapatnya mengenai fungsi seni yaitu,
seni adalah pembawa nikamat mencapai keadaan jiwa yang damai dan menyatu dengan
keabadian yang abadi. Seni juga sebagai pembebasan jiwa dari alam benda
melalui sesuatu yang berasal dari alam benda itu sendiri. Fungsi seni yang lain
yaitu sebagai penyucian diri dari pemberhalaan terhadap bentuk-bentuk itu
sendiri. Fungsi keempat yaitu untuk menyampaikan hikmah, yaitu kearifan yang
menbantu kita bersifat adil dan benar terhadap Tuhan. Seni juga berfungsi
sebagai sarana efektif untuk menyebarkan gagasan pengetahuan, informasi yang
berguna bagi kehidupan seperti pengetahuan dan informasi yang berkenaan dengan
sejarah, geografi,hokum, undang-undang, adab, pemerintahan, politik, ekonomi,
dan gagasan keagamaan. Fungsi yang terakhir yaitu, karya seni juga merupakan
cara untuk menyampaikan puji-pujian kepada yang Maha Esa.
Dalam hadist
Rasulullah menyebutkan Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa estetika juga ada dan berpengaruh penting dalam
Islam dan seni.
Nilai estetik Islam sendiri lebih
menonjolkan satu-kesatuan bentuk yang berulang-ulang sehingga tercipta sesuatu
yang harmonis dan seimbang. Keteraturan itu menggambarkan seni sebagai
pengantar jiwa manusia ke Tuhan, ke Allah.
Estetika Islam terus hidup, karena pada
dasarnya estetika adalah fitrah, hanya cara pengungkapannya yang harus
disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Walau pada awalnya perkembangan estetika
berkisar pada sekitar masjid dalam bentuk kaligrafi. Estetika justru kemudian
berkembang dan mempengaruhi Negara sekitar dan pada akhirnya kita mengenal gaya
Moor, gaya Mudejar, gaya Ummayah dan sebagainya. Demikian seterusnya Islam
berkembang menyebar sampai India, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada
akhir perkembangannya estetik Islam tidak lagi berdiri sendiri, tetapi
mengadakan metamorfosa dengan kebudayaan asli daerah setempat.
Pada
masa-masa berikutnya: masa-masa Timurid, Safawid dan dinasti Usman, artis-artis
Muslim mulai mendapat status tertentu, dan mulai zaman inilah kita menemukan
adanya katalogus tentang karya-karya seni dan biografi-biografi seniman
kebanyakan adalah pelukis, kaligrafi dan arsitek; ada juga beberapa buku
catatan tentang berbagai seni dan kerajinan tangan (yang terawal ialah
karya-karya hasil seni kerajinan keramik). Hal ini merupakan awal peletakan
prinsip-prinsip estetika.
·
Ciri-ciri / Prinsip-prinsip Kesenian Islam
1.
Mengangkat martabat insan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusian dan
persekitaraan dan sejagat.
2.
Mementingkan persoalan akhlak dan kebenaran yang menyentuh aspek-aspek
estetika, kemanusiaan, moral dan lain-lain lagi.
3.
Menghubungkan keindahan sebagai nilai yang tergantung kepada keseluruhan
kesahihan islam itu sendiri.
4.
Kesenian islam terpancar daripada wahyu Allah.
5. Menghubungkan
manusia dengan Tuhan, alam sekitar dan sesame manusia dan juga makhluk.
Islam tidak
pernah menolak kesenian selagi dan selama mana kesenian itu bersifat seni untuk
masyarakat dan bukannya seni untuk seni. Terdapat lima hukum dalam seni jika
diperincikan. Antaranya:
(a) Wajib : Jika kesenian itu amat
diperlukan oleh muslim yang mana tanpanya individu tersebut boleh jatuh mudarat
seperti keperluan manusia untuk membina dan mencantikkan reka bentuk binaan
masjid serta seni taman (landskap) bagi maksud menarik orang ramai untuk
mengunjungi rumah Allah swt tersebut.
(b) Sunat : Jika kesenian itu diperlukan
untuk membantu atau menaikkan semangat penyatuan umat Islam seperti dalam
nasyid, qasidah dan selawat kepada Rasulullah saw yang diucapkan beramai-ramai
dalam sambutan Maulidur Rasul atau seni lagu (tarannum) al-Quran.
(c) Makruh : Jika kesenian itu membawa
unsur yang sia-sia (lagha) seperti karya seni yang tidak diperlukan oleh
manusia.
(d) Haram : Jika kesenian itu berbentuk
hiburan yang :
Melalaikan manusia sehingga mengabaikan
kewajiban, Memberi
khayalan, Dicampuri dengan benda-benda haram, Ada percampuran antara lelaki dan
perempuan yang bukan mahram, Objek bentuk ukiran yang menyerupai patung sama , merusakkan
akhlak , menunjuk-nunjuk kesombongan.
(e) Harus : Apa saja bentuk seni yang
tidak ada nas yang mengharamkannya.
·
Filosofi
Estetika Islam
Estetika
menurut Muhammad Ibn Zakariyah
Pengarang-pengarang
lain juga percaya bahwa gambar-gambar yang indah akan menambah kegembiraan di
hati dan mengusir jau-jauh pikiran-pikiran melankolik. Beginilah umpamanya,
pandangan dokter dan filsuf yang termahsyur, Muhammad ibn Zakariyah Ar-Razi,
yang melihat akan adanya kemampuan efektif dari lukisan-lukisan yang indah,
dikombinasikan dengan warna-waarna yang harmonis, seperti kuning, merah, dan
hijau dengan bentuk-bentuk yang selaras
Pendapat Estetika menurut Mirza Muhammad
Haydar
Karya historis Ta’rikh-I Rasidi oleh
Mirza Muhammad Haydar Duglat, raja dari bani Safawiyah (abad 16), memandang
perbendaharaan kata-kata estetika kritis. Menurut dia, coretan pena atau kwas
(qalam) dan sketsa atau design (tarh) ahli, haruslah mantap (mahkam). Tetapi
harus menunjukan adanya kelembutan (nazuki), kerapihan (safi), kemurnian
(malahat), kematangan (pukhtagi) dan organisasi (andam). Maka hasil usahanya
itu akan menyegarkan (khunuk) dan matang (pukhtah). Sebaliknya, karya seorang
artis rendahan, akan tidak mengandungi unsur-unsur diatas dan karenanya menjadi
kasar (kham) dan kocar-kacir (bi-andam).
Estetika menurut Al Ghazali
Abu Hamid Muhammad Alghazali Altusi
adalah seorang tokoh ulama' yang luas ilmu pengetahuannya dan merupakan seorang
pemikir besar dalam sejarah falsafah Islam dan dunia. Kitab Ihya
Ulumuddin merupakan karyanya yang terkenal yang memberi sumbangan
besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.
Keindahan merupakan landasan dari seni.
Berdasarkan pernyataan itu, Al Ghazali membagi keindahan menjadi beberapa
tingkat yaitu, keindahan inerawi dan natsani (sensual) yang disebut juga
keindahan lahir, keindahan imajinatif dan emotif, keindahan aqliyah atau
rasional, keindahan ruhaniah atau irfani, dan yang terakhir yaitu keindahan
ilahiyah atau transendental. Dua keindahan terakhir dari Al Ghazali
tersebut itulah yang biasanya dieksplorasi oleh para sufi dalam setiap
karyanya. Secara teori, imajinasi puitis sebenarnya merupakan sarana prinsip
para penyair mistikus untuk membawa pembaca ke suatu pengertian tentang wahyu
kenabian. Sedangkan keindahan ruhania dan irfani (mistikal) dapat dilihat dalam
pribadi nabi. Nabi merupakan pribadi yang indah bukan semata-mata disebabkan
kesempurnaan jasmani dan pengetahuannya tentang agama dan duia, melainkan
karena akhlaknya yang mulia dan tingkat makrifatnya yang tinggi.
Al Ghazali dapat menemukan pendekatan
positif tentang keindahan dalam lukisan. Bagi penulis-penulis mistik seperti
Jaladud-Bin Rumi (abad ke 13), lukisan yang indah malah menjadi alegoni
(tulisan atau figur untuk memberikan pelajaran-pelajaran moral atau agama) yang
disenangi.
Pendapat Nurcholis Majid
Mengenai Estetika Islam
Nurcholis Majid atau yang biasa disapa
Cak Nur merupakan cendekiawan muslim dan merupakan ikon pergerakan muslim di
Indonesia. Cak nur membedakan antara keberagaman simbolik dan keberagaman
subtansial. Cak nur menentang keras terhadap simbolisme yang berlebihan dalam
keberagaman walaupun dia juga tidak menegasikan pentingnya simbolisme. Tanpa
simbol orang tidak mungkin bisa mencapai yang Ilahi. Ini menjelaskan bahwa
suatu keberagaman juga bisa dinilai sebagai nilai estetik terutama keberagaman
symbol.
Estetika Menurut Sayyid Hussein
Nasser
Estetika dalam Islam mempunyai banyak
pengertian. Salah satu pendapat mengenai estetika Islam yang terkenal datang
dari Ibnu Arabi Hossein Nasser atau yang lebih dikenal Sayyid Hussein
Nasser. keindahan menurut Sayyid Hussein Nasser adalah suatu bentuk
keteratuaran yang tak terbatas untuk mencapai kesempurnaan Ilahi.
·
Karya seni
estetika islam Nusantara
Kaligrafi
Dari
semua kategori seni islami, kaligrafi paling luas tersebar, paling penting, paling
luas dinikmati, dan paling dihargai oleh kaum muslimin. Hal ini mungkin sekali
disebabkan bahwa media ini selalu dipandang tinggi, baik oleh kaum agam dan
seniman. Pada abad ke 16 kaligrafi menduduki penting di Iran.
Huruf
Kufi Salah satu tulisan tertua , yang diperkirakan
dikembangkan di irak menjelang paroh kedua abad kedelapan masehi,
mempunyai bentuk sudut ini dapat kita sebut dengan huruf kufi. Huruf kufi
ini bermacam-macam diantaranya kufi awal karena ini digunakan dalam
naskah-naskah Al-Qur’an awal. Kufi timur karena ini digunakan dalam
penulisan naskah-naskah Al-Qur’an di wilayah timur, kufi berbunga, kufi
jalin, kufi hidup.
Tsuluts
adalah
tulisan dekoratif yang dipakai untuk dekorasi arsitektural dan benda-benda
kecil, serta garis-garis atau judul-judul dekoratif dan solofon untuk Al-Qur’an
dan naskah-naskah lainnya
"Syahru
Ramadhanal-ladzi unzila fiihil qur'an"
Tughra’
Semula
ia digunakan sebagai tanda tangan seorang Sultan. Biasanya Tughra mengandung
dua hal, yaitu nama sang raja dan gelar kebesarannya. Tughra dipasang dalam
surat menyurat, biasanya diletakkan setelah basmalah. Tughra pertama kali
digunakan oleh Raja ketiga Daulah Usmaniyah yaitu : Sultan Murad I (671 -
792 H). Khat tughra' kemudian berkembang tidak lagi sebagai tauqi' (tanda
tangan), melainkan sebagai seni kaligrafi yang sangat indah melalui tangan para
master kaligrafi semisal Mustafa Raqim dan lain lain.

Kaligrafi figural Bisa juga disebut dengan kaligrafi kontemporer karena mengkombinasikan motif-motif figural dengan unsur-unsur kaligrafi dalam bermacam gaya. Dalam desain ini huruf-hurufnya dipanjangkan dan dipendekkan, dilebarkan atau disempitkan, atau dimeriahkan dengan tambahan-tambahan olahan, lengkungan, atau tanda-tanda dan pengisi-pengisi tambahan untuk membuatnya sesuai dengan bentuk non-kaligrafik, geometrik, tetumbuhan, binatang, atau manusia
ORNAMENTASI
Dalam seni islam, ornamentasi atau zukhruf bukanlah
merupakan tambahan pada permukaan saja kepada karya seni yang telah selesai,
guna memberi hiasan yang tidak mempunyai nilai. Sebaliknya, desain-desaain yang
rumit dan indah yang terlihat pada benda-benda seni setiap daerah dan setiap
abad dalam sejarah islam itu memenuhi empat fungsi khusus yang penting sebagai
berikut: Meningkatkan kepada tauhid, Menjauhkan pemirsa dari konsentrasi kepada
diri sendiri dan dunia fana ini, dan membawa ke arah perenungan tauhid , dan Pengindahan
yaitu penggunaan ornamen untuk memperindah dan memperkaya.
SENI SASTRA
Bahasa Arab demikian kayanya dengan kata benda dan
kata sifat sehingga menghasilkan kefasihan, yang tampak dalam kesesuaian antara
ekspresi dengan realitas yang muncul dalam kesadaran. Lebih dari itu, Bangsa
Arab juga telah menciptakan syair Arab, sebentuk ekspresi sastra yang merupakan
puncak seni kesusartraan.
Jenis kesusasteraan islam itu universal, diantaranya
yaitu:
Khuthbah(orasi), Risalah(esai), Maqamah(cerita
pendek tentang legenda), Qishshah(kisah) , Qasidah(syair) , Maqalah (essai yang
membahas satu tema sebagai sentral)
·
Kesimpulan
Seni dalam Islam bisa diartikan sebagai sebuah upaya
untuk menuturkan kebesaran Ilahi yang mengungkapkan berbagai aspek kehidupan
terutama esensi ketauhidan karena segala sesuatu melantunkan puji-pujian bagi
yang Esa. Oleh karena itu seorang muslim yang baik yang berkreasi seni, pada
hakekatnya harus melaksanakan tugas ibadah, dan menunaikan fungsi khalifah.
Sumber :
Drs. Dharsono,
Pengantar Estetika, Rekayasa Sains, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar